top of page
Gambar penulisADBMI Foundation

ADBMI – AWO Siap Bentuk Desa Migranpreneur Di Desa Dampingan

adbmi.org – Ide “Migranpreneur” tercipta dari masalah-maslah atau isu-isu yang timbul yang diakibatkan oleh migran yang tidak sehat lalu berdampak terhadap keluarga PMI itu sendiri. Salah satu bentuk masalah yang kerap kali terjadi dalam keluarga PMI yaitu pengelolaan remitansi yang terbilang buruk.

Lalu Muhammad Ansori sedang mendata para peserta yang mengikuti permainan dalam pelatihan untuk pelatih manajemen keuangan rumah tangga dan usaha mikro yang di selenggarakan oleh ADBMI.

Sementara, Fauzan bertugas membantu untuk melancarkan permainan. Ia bertugas sebagai penjaga bank dalam permainan bersama rekan – rekan Lembaga Sosial Desa di lima desa program ADBMI bersama AWO Internasional.

Pelatihan ini berjalan lancar. Hari ini hari terakhir pelatihan yang diselenggarakan sejak tanggal 12 – 16 Agustus 2022 yang bertempat di hotel Jayakarta Senggigi Lombok Barat – Nusa Tenggara Barat. Pelatihan ini diikuti oleh 20 peserta yang berasal dari lima desa, Anjani, Ketapang Raya, Suradadi, Wanasaba dan Pringgasela Timur.

Permainan ini cukup menguji nyali para peserta. Mereka diminta membuat sebuah produk sederhana berupa topi yang akan di jual ke sebuah perusahaan.

Sementara bank bertugas memberikan biaya peminjaman uang untuk melancarkan usaha masyarakat. Memang tugas bank adalah memberikan pinjaman untuk usaha, bukan untuk kebutuhan sehari – hari.

ADBMI Dan AWO Siap Bentuk Desa Migranpreneur Di Desa Dampingan

Photo : Lalu Muhammad Ansori (Baju Hitam) dalam kegiatan Pelatihan untuk Fasilitator di Hotel Jayakarta Senggigi


Pelatihan ini bertujuan untuk menjadikan para pengurus LSD memahami tetang manejemen keuangan rumah tangga. Selain itu bagaimana upaya untuk mengembangkan usaha mikro yang ada di keluarga pekerja migran. Mulai dari perencanaan sampai dengan pemasarannya.


Pelatihan yang akrabnya disebut TOT ini akan menjadi landasan para peserta yang notabenenya adalah pengurus LSD untuk melatih masyarakat selaku keluarga pekerja migran.

Muhnan, ADBMI dalam sambutannya beberapa waktu yang lalu juga berharap para peserta memaksimalkan pelatihan ini guna menjadi landasan saat terjun ke masyarakat untuk melatih.

Permasalahan ekonomi keluarga pekerja migran

ADBMI Dan AWO Siap Bentuk Desa Migranpreneur Di Desa Dampingan

Photo Istimewa : Yuni Rizkawati saat mengikuti kegiatan yang diselenggarakan oleh ADBMI.


Gaji kerap kali menjadi sumber masalah di dalam keluarga pekerja migran Indonesia. Edukasi tentang pengelolaan remitansi/ gaji jarang sekali mereka dapatkan. Imbasnya, para PMI hanya sebagai pekerja terus menerus yang pulang pergi dan menjadikan kampung halaman sebagai tempat kelahiran semata.

Permasalahan ekonomi keluarga pekerja migran juga kerap kali menimbulkan dampak sosial. Keributan antar keluarga karena kiriman gaji yang tak dibagi rata juga bisa menjadi salah satu efek yang ditimbulkan. Akibatnya, keharmonisan dalam keluarga sulit sekali didapatkan.

Data tahun 2021, ada sekitar 133 triliun uang kiriman pekerja migran Indonesia yang di kirim ke keluarga yang ada di Indonesia. Sementara data bank Indonesia tahun 2022 di kwartal pertama, ada sekitar 34 triliun uang kiriman ke kampung halaman. Jumlah ini meningkat 3,4% dari tahun lalu.

Namun apakah dampaknya bagi keluarga PMI di kampung halaman??

Seperti penulis jelaskan sebelumnya, cenderung uang kiriman tidak bisa dikelola dengan baik. Meskipun data tersebut menunjukkan peningkatan jumlah kiriman gaji pasca pandemi covid 19.

Pandemi covid 19 juga berpengaruh terhadap keuangan rumah tangga keluarga PMI. Selain itu, usaha – usaha yang dimiliki juga cenderung mengalami penurunan. Ini tidak bisa kita salahkan, karena situasi global yang dirasakan semua pihak.

Yuni Rizkawati salah satu kasus pekerja migran Indonesia yang ditangani oleh pengurus LSD yang manjadi mitra kerja yayasan ADBMI.

Yuni Rizkawati perempuan purna PMI timur tengah. Ia menjadi salah satu korban perdagangan orang. Berangkat tahun 2019 akhir dan melewati masa pandemi covid 19 jauh dari pandangan keluarga.

Yuni sendiri terlahir dari keluarga pas – Pasan. Ayahnya seorang pekerja serabutan dan kuli pasar di pasar desa Anjani. Sementara sang ibu, sudah tua dan hanya membantu menangani urusan keluarga.

Yuni sendiri berangkat dengan tujuan Abu Dhabi, namun terlempar ke negara Suriah. Negara yang penuh konflik dan gejolak politik.

Selama bekerja dibawah tekanan majikan dan situasi yang tak menentu, Yuni hanya beberapa kali menerima dan mengirim gaji. Selain itu, perlakuan yang tidak mengenakkan cenderung ia dapatkan oleh sang majikan. Ini murni eksploitasi. Ia bekerja hampir 22 jam dengan waktu istirahat hanya dua jam. Dan itu dilakukan secara terus menerus.


Namun kini Yuni telah pulang. Berkumpul dengan keluarga dan anaknya yang sangat merindukannya.

Di kampung halaman, Yuni terlihat seperti masyarakat pada umumnya. Cenderung menjadi purna PMI menjadi tekanan dilingkungan masyarakat. Apalagi menjadi purna PMI yang bermasalah. Pulang tak membawa apapun kecuali baju dan koper berisi surat menyurat.

Sepulangnya dari rantauan, Yuni menjadi pengangguran. Bekerja beberapa kali ketika ada yang meminta. Bahkan, saat ini ia berencana akan kembali merantau dengan tujuan yang berbeda, ke Singapura.

Kisah Yuni sendiri adalah satu dari banyaknya permasalahan keluarga PMI ataupun purna PMI di sekitar kita. Mereka pulang tanpa membawa bekal yang cukup. Bahkan eksploitasi pekerja kerap mereka rasakan.

Uang kiriman hanya menjadi pemenuhan kebutuhan sehari hari. Tanpa ada perencanaan yang matang untuk merencanakan untuk pembuatan usaha.

Penulis tidak tau, apakah ini memang resiko menjadi pekerja migran atau memang mental PMI kita yang sedang sakit.

ADBMI Dan AWO Siap Bentuk Desa Migranpreneur Di Desa Dampingan

Photo Istimewa : lalu Muhammad Ansori saat menyampaikan materi TOT terkait pelatihan untuk pelatih manajemen keuangan rumah tangga dan usaha mikro.


Persiapan Membentuk Desa Migranpreneur

Yayasan Advokasi Buruh Migran Indonesia (ADBMI) Lombok Timur berkomitmen untuk menciptakan keluarga pekerja migran yang tangguh ekonominya. Sejak awal terbentuk, yayasan ADBMI sudah mendeklarasikan diri sebagai Lembaga Swadaya Masyarakat yang menjadi sahabat PMI.

Sampai saat ini, ADBMI sudah membentuk sekitar 70 lembaga sosial desa yang secara otomatis ada di 70 desa di kabupaten Lombok Timur. Mulai dari ujung selatan sampai Utara dan timur ke barat.

Tahun ini, ADBMI berkomitmen untuk menciptakan desa migranpreneur. Artinya, keluarga pekerja migran dilatih dalam merencanakan usaha sampai dengan pengurusan izin dan pemasarannya.

Sementara yang memfasilitasi keluarga PMI tersebut adalah para pengurus LSD yang ada di setiap desa dampingan.

Merencanakan usaha dari hasil kiriman gaji keluarga yang ada di rantauan menjadi sebuah keharusan. Hal ini juga senada dengan apa yang disampaikan oleh miq coy, fasilitator pelatihan TOT pengembang ekonomi rumah tangga dan usaha mikro kali ini.

“Uang kiriman gaji harus bisa menjadi sumber usaha, bukan hanya menjadi sumber pemenuhan kebutuhan sehari – hari. Literasi kepada masyarakat harus digalakkan terkait usaha dan keuangan,” terangnya saat memfasilitasi pelatihan di depan pengurus LSD.

0 tampilan0 komentar

Comments

Rated 0 out of 5 stars.
No ratings yet

Add a rating
bottom of page