Ragi, rempah-rempah kerupuk
Rasa penasaran sering menjadi motivasi seseorang untuk terus mencoba dan mencoba. Begitu yang dialami oleh Ibu Rifa’ah (33Th). Ia bersama pengurus Pusat Inkubasi Bisnis Desa (PINBID) Desa Timbanuh melakukan sebuah inovasi produk-produk olahan pisang. Waktu itu mereka mengaku sempat gagal. Tapi, tidak untuk Ibu Rifa’ah, ia kembali ke rumahnya lalu mencoba melanjutkan inovasi tersebut. Sehingga kini ia telah berhasil menemukan racikan untuk resep kerupuk pisang yang tentu rasanya sangat berbeda dari kerupuk-kerupuk lainnya.
Sebagai salah satu komoditas yang melimpah ruah di pedesaan lingkar hutan Taman Nasional Gunung Rinjani (TNGR), pisang telah banyak diolah oleh produsen makanan olahan di mana-mana. Seperti keripik pisang, pisang sale, pisang goreng dan lainnya. Sehingga bersama PINBID Desa Timbanuh, Ibu Rifa’ah memilih mengolah pisang itu menjadi suatu produk pesaing baru di pasaran. Adalah kelompok usaha Bumi Jati Nunggal di mana Ibu Rifa’ah dan suaminya aktif menjadi anggota. Namun sejauh ini, hanya ibu dari 2 anak itu bersama suaminya yang juga adalah seorang mantan buruh migran atau Tenaga Kerja Indonesia (TKI) bernama Bapak Mahmud (37Th). Mereka berdua selalu berbagi peran melakukan usaha produksi kerupuk pisang sejak akhir April kemarin walaupun kelompok usaha Bumi Jati Nunggal baru terbentuk (07/04), dan pusat produksi mereka berlokasi di rumah miliknya, RT 01 Dusun Kayu Jati Desa Timbanuh Kecamatan Pringgasela Kabupaten Lombok Timur.
Kerupuk Pisang Kering
Sampai pada saat kami turun meliput aktifitas produksi mereka (Rabu, 03/05) kemarin, kerupuk pisang tersebut sudah 3 kali diproduksi, dan telah menghabiskan modal sebesar Rp.200 ribu. Pada produksi pertama Ibu Rifa’ah yang dibantu oleh Bapak Mahmud menghabiskan (½) kilogram tepung Terigu dan Kanji masing-masing takarannya (¼) kilogram dicampur dengan pisang seberat (½) kilogram juga. Setelah dijajakan ternyata laris di pasaran, sehingga pada produksi kedua bertambah menjadi 1 kg bahan tepungnya dan 1 kg untuk bahan pisangnya. Karena permintaan yang semakin meningkat, Ibu Rifa’ah kembali menambah masing-masing 1 kg pisang dan tepung untuk produksinya.
Harga yang ditawarkan untuk kerupuk pisang kering, dijual Rp.20.000,- per kilogramnya dan dibungkus seharga Rp.500,- untuk kerupuk yang siap diecerkan. “Lebih untung kalau diecer dari pada dijual keringnya,” keluh Ibu Rifa’ah. Hal tersebut menjadi pertimbangan dan disarankan oleh pengurus PINBID di Desa Timbanuh agar ia menaikan harga untuk kerupuk pisang kering tersebut menjadi Rp.30 ribu per kilogramnya. Dalam proses produksi kerupuk pisang itu, satu-satunya hambatan yang dirasakan adalah soal cuaca saja. Sebab dibutuhkan sinar matahari langsung untuk mengeringkan irisan-irisan kerupuk yang dijejer di atas tray yang terbuat dari bambu. Sedangkan lokasi Desa Timbanuh berada di dataran tinggi, lereng selatan Gunung Rinjani dengan curah hujan yang cukup tinggi juga.
Kerupuk pisang masih dipasarkan di sekitar Desa Timbanuh saja, dan sesekali anak sulung dari Ibu Rifa’ah dan Bapak Mahmud membantu menjual kerupuk pisangnya di Selong. Anaknya membawa sejumlah kerupuk kering yang lalu ditawarkan ke teman sekolahnya juga kepada teman-teman di rumah kosnya. Dan “uang hasil jualannya itu sebagai tambahan uang jajan dan keperluan pendidikannya di sana,” kata Bapak Mahmud pada kami.
Prospek untuk kerupuk pisang ini cukup menjanjikan, sehingga Ibu Rifa’ah dan Bapak Mahmud butuh dukungan dan bantuan dari anggota-anggota yang lain untuk turut serta aktif berperan dalam mengembangkan produk tersebut sehingga beban-beban produksi dapat diatasi bersama. (Abed)
Comments