top of page
Gambar penulisADBMI Foundation

Indonesia 77 Tahun Kemerdekaan, Anjani Merdeka Bermain.

adbmi.org – Setelah pandemi covid 19, kemerdekaan dirayakan dengan suka cita. Lapangan terisi penuh dengan masyarakat. Sepanjang jalan banyak berkibar bendera merah putih. Permainan untuk anak – anak juga tak terlewatkan.

Di dusun Anjani Timur, ratusan masyarakat berkumpul. Dekat dengan pusat dusun, tepatnya di perempatan Anjani Timur. Sedikit ke barat, depan basecamp Sinar Gema Lestari. Mereka merayakan kemerdekaan dengan membuat permainan untuk anak – anak.

Terlihat juga wajah bahagia dari mereka. Berharap ikut bermain. Berharap dapat juara. Meski tak seberapa, permainan ini cukup menguji nyali mereka untuk bertanding. Ini bukan masalah hadiahnya apa, namun jiwa kompetitor mereka terasah di sepanjang jalan yang hanya di batasi garis dari bekas coretan belahan genting.

Anak – anak merdeka bermain. Mereka tak membawa gadget, mereka hanya membawa sendal dan berharap ditunjuk oleh sang panitia penyelenggara. Itu saja.

“Satu dua tiga,” teriak Alwin sembari memberikan aba – aba dengan jari jemarinya.

Permainan pun dimulai. Tepat jam 14.03 permainan diawali dengan lomba makan kerupuk. Seperti lomba makan kerupuk kebanyakan, kerupuk itu di ikat di seutas tali yang menggantung lalu di ikat ke jari kaki mereka.

Aturannya sederhana, tangan harus di belakang. Tidak boleh memegang kerupuk. Sementara mereka harus duduk di kursi yang disediakan panitia. Sekali bermain, kadang empat sampai lima peserta bertanding merebutkan juara berupa jajan dan uang pecahan 2000.

Sementara para penonton bersorak kegirangan. Melihat peserta ada yang tak memiliki gigi yang rata. Ada pula yang bergigi kehitaman akibat gula yang terlalu sering mereka konsumsi.

Sang komentator merasa kegirangan, berbicara lepas bak komentar handal di layar televisi ketika timnas Indonesia bermain sepakbola. Jebreeet.

Salah satu peserta bernama Cantika, masuk duduk di bangku kelas 1 sekolah dasar di desa Anjani. Ia Kuta bermain bersama beberapa kawan bermainnya yang kemudian menjadi lawan untuk mendapatkan hadiah.

Indonesia 77 Tahun Kemerdekaan, Anjani Merdeka Bermain. Perhatikan Anak !!

Photo Istimewa : Cantika saat mengikuti lomba makan kerupuk.


Terlihat jelas gigi yang tak rata. Berwarna kekuningan. Dengan rambut khas bergelombang. Ditambah gigi yang tak merata, Cantika terlihat sangat imut ya.

“Teruuuusss terusssss, tinggal sedikit,” teriak Bandi yang merupakan ketua umum pemuda Sinar Gema Lestari.

Untungnya, meskipun dengan gigi yang tak rata, ia bisa meratakan lawannya. Meski hanya bermain 2 menit, itu lumayan lama bagi mereka untuk bermain. Sementara para penonton menganggap itu bahkan waktu yang cepat.

Bagi mereka ini adalah sebuah permainan. Kalah menang hal biasa. Ini hanya permainan makan kerupuk. Bukan permainan teman makan teman.

Anak – anak kecil cenderung ingin terus bermain tanpa pernah menganggap teman adalah kawan yang harus ditumbangkan. Sementara kita yang sudah merasa cukup dewasa dan tua tak bisa bermain selayaknya anak kecil. Setiap kawan kadang kita anggap adalah lawan. Terlebih dalam politik.

Satu – persatu ingin mendapatkan kursi. Melakuhkan segala cara demi mendapatkan apa yang diinginkan. Akibatnya, penghormatan hanya diberikan karena sebuah jabatan, bukan karena kewibawaan.

Layakkah Kabupaten Lombok Timur Jadi Kabupaten Layak Anak?

Lombok Timur beberapa waktu yang lalu mendapatkan predikat kabupaten layak anak. Tentu ini suatu kebanggaan bagi pemerintah.

Di media sosial dan media massa berjejer berita tentang penghargaan yang diterima oleh Bupati Lotim Drs. Sukiman Azmi. Penghargaan tersebut jika tidak salah diberikan oleh kementrian perlindungan dan perempuan dan anak Republik Indonesia.

Saya pribadi merasa kaget. Sementara kasus anak, baik kekerasan fisik maupun psikis bahkan kasus pelecehan seksual dan pernikahan dini tertinggi di Lombok Timur.

Bahkan, saya ingat betul. Beberapa setelah penerimaan penghargaan tersebut, ada kasus 4 orang anak di Lombok Timur yang menjadi korban pelecehan seksual. Dua pelaku masih berumur di bawah lima tahun.

Pelakunya berjumlah dua orang. Satu sudah sekolah SD kelas dua dan satunya lagi masih berumur di bawah empat tahun. Barangkali pak bupati tidak tau kasus ini. Entahlah.

Indonesia 77 Tahun Kemerdekaan, Anjani Merdeka Bermain. Perhatikan Anak !!

Photo Istimewa : Salah satu peserta lomba balap karung.


Kenapa saya bilang 4 korban? Padahal ada dua korban dan dua pelaku dan rata – rata anak – anak. Saya merasa, semua mereka adalah korban. Bahkan penghargaan kabupaten layak ini belum bisa diterima dan dirasakan masyarakat di akar rumput.

Kasus – kasus kerap kali di selesaikan dengan kekerasan, bahkan jika tak ingin mempermalukan keluarga, kasus ini banyak di selesaikan secara kekeluargaan.

Pembentukan Dinas Perlindungan dan Pemberdayaan Perempuan dan Anak di Lombok Timur

Saya tidak tau pasti terkait dengan prosedur pembuatan dinas ataupun pemecahan bidang – bidangnya. Karena tidak terlalu mendalami itu.

Namun seharusnya, sesuatu itu harus di buat karena kebutuhan bukan hanya keinginan. Tingginya angka pernikahan dini misalkan, perlu pendampingan serius bukan hanya dari pemerintah namun juga dari masyarakat. Hanya saja, tugas pemerintah saat ini harus bisa memfasilitasi dan memberikan edukasi kepada kami masyarakat awam tentang bahayanya pernikahan dini.

Pembentukan Dinas P3A ini sudah disuarakan jauh – jauh hari. Dan pemerintah daerah Lombok Timur juga sudah merespon itu. Namun hanya di forum resmi dan di depan rekan – rekan wartawan agar di beritakan.

Indonesia 77 Tahun Kemerdekaan, Anjani Merdeka Bermain. Perhatikan Anak !!

Photo Istimewa : Suasana perayaan hari kemerdekaan di dusun Anjani Timur desa Anjani kecamatan Suralaga.


Sedangkan di lapangan, belum ada sama sekali dinas baru ini. Bahkan penempatan UPTD PPA pun ditempatkan jauh dari pusat kota. Bahkan pinggir kota Selong. Alhasil, banyak masyarakat yang tidak bisa menjangkau dan tak tau dimana harus melapor.

Pencatatan terkait dengan kasus anak juga harus perlu di atensi. Harus satu pintu. Penanganannya juga harus tepat dan kolaborasi semua pihak. Jangan hanya laporan itu diterima oleh dinas sosial, atau UPTD PPA atau bahkan pihak kepolisian lalu di tangani masing-masing.

Sistem informasi harus satu pintu. Tidak boleh ada pintu – pintu lain. Dan tentunya keterbukaan pemerintah dengan data juga harus dimaksimalkan.

Jangan sampai, aplikasi yang ada di tataran pemerintah atau sumber informasi tetang daerah kabupaten Lotim hanya memberitakan terkait kegiatan rapat dan perjalanan dinas dari bupati dan wakil bupati saja.

Yayasan Advokasi Buruh Migran Indonesia juga sudah lama menyuarakan terkait pembentukan Dinas Pemberdayaan dan Perlindungan Perempuan dan Anak di kabupaten Lombok Timur.

Hal ini dilakukan karena Lembaga Sosial Desa yang menjadi partner ADBMI di setiap desa menerima banyak pengaduan terkait kasus anak. Bukan hanya kasus anak PMI. Namun kasus anak secara keseluruhan. Namun tak bisa kita pungkiri bahwa kasus ini di dominasi oleh anak dari pekerja migran. Baik menjadi pelaku maupun menjadi korban.

Indonesia 77 Tahun Kemerdekaan, Anjani Merdeka Bermain. Perhatikan Anak !!

Photo Istimewa : perayaan hari kemerdekaan republik Indonesia di dusun Anjani Timur desa Anjani.


Kasus Anak Sudah Lama Disuarakan Semua Pihak

Di Bulan Juli yang lalu, tepatnya tanggal 28 Juli 2022, yayasan ADBMI menyelenggarakan Talk show di Selaparang TV Selong Lombok Timur. Talk show ini membahas tentang pembentukan Dinas P3A di Lotim.

Sang moderator, Roma Hidayat yang juga menjadi ketua yayasan ADBMI menanyakan kepada beberapa narasumber. Yang hadir saat itu, dari Lembaga Perlindungan Anak (LPA). Selain itu dari Rutgers Indonesia, Forum Anak Lotim dan juga dari LPSDM NTB.

Dari Talk show tersebut, Judan Putra Baya ketua LPA mengungkapkan jika Nusa Tenggara Barat ini menjadi salah satu provinsi dengan pola pengasuhan yang buruk se-Indonesia. Ini juga dibarengi dengan kasus anak yang tinggal.

“Anak gendong anak,” terang ketua LPA yang akrabnya di sapa Judan tersebut. Sembari mengingat beberapa kasus yang pernah ditangani oleh LPA sendiri.

Dibeberapa forum resmi maupun non formal, Judan kerap kali keras ketika membahas tentang kasus anak. Bukan berarti ia sudah tamat terkait dengan pelindungan. Namun, ia berharap bisa didengar dan diperhatikan kasus anak yang ada di Lombok Timur ini secara khususnya.

Sementara itu, Eli Setiani dari LPSDM juga tak kalah pedas statemennya. Ia bahkan membocorkan pola penanganan dan pelaporan kasus yang tidak satu pintu. Tentu Roma sebagai host kaget mendengar itu.

Eli mengungkapkan, data yang terhimpun tidak berasal dari satu sumber. Harus ada pola pengolahan yang kemudian dijadikan satu. Lalu diambil kesimpulannya berapa kasus anak di Lombok Timur.

“Maka penting sekali pembentukan Dinas Pemberdayaan Perlindungan Perempuan dan Anak di Lotim,” terang Roma.

0 tampilan0 komentar

Comments

Rated 0 out of 5 stars.
No ratings yet

Add a rating