Karena Ringgit, Bahtera Cinta Junaedi Tenggelam
- ADBMI Foundation
- 13 Jun 2022
- 3 menit membaca
Karena alasan ekonomi dan Ringgit, bahtera cinta Junaedi tenggelam bersama dengan puluhan nyawa lainnya. Kini ia harus bisa menerima kenyataan pahit ditinggal sang istri akibat kecelakaan kapal boat yang menimpanya pertengahan Desember tahun lalu. Sang istri ikut menjadi salah satu penumpang boat bersamanya menuju ke Malaysia melalui jalur ilegal.

Photo Istimewa : Junaedi saat menunjukkan bukti surat dari LPSK Republik Indonesia
adbmi.org – Secarik kertas warna merah muda itu masih ia simpan. Kertas itu adalah pemberian dari lembaga perlindungan saksi dan korban (LPSK) republik Indonesia saat ia berada di penampungan Batam center sebelum diterbangkan ke Lombok.
Ia menaruh harapan besar pada kertas itu. Ia berharap, ada bantuan dari pemerintah karena ia juga termasuk korban kecelakaan kapal boat akhir tahun lalu. Bukan hanya itu, ia bahkan bersama istrinya berangkat menuju Malaysia melalui jalur ilegal.
Junaedi (28), akrabnya disapa Dedi merupakan salah satu warga desa Dasan Borok kecamatan Suralaga kabupaten Lombok Timur. Ia bersama istrinya termasuk ke dalam 64 korban percobaan penyelundupan menjadi pekerja migran ke Malaysia melalui jalur ilegal. Nahas, kapal yang mereka tumpangi menjadi sebuah petaka yang tak akan pernah ia lupa.
Kejadian yang menggemparkan itu sempat menjadi tranding topik dalam pemberitaan. Dibicarakan di hampir semua televisi nasional maupun internasional. Di warung kopi, sampai dengan di meja makan keluarga.
Peristiwa yang terjadi pada 15 Desember tahun 2021 itu tak pernah ia sangka – sangka. Berangkat dengan harapan besar bisa memperbaiki kehidupan. Justru hidupnya kini harus bisa bertahan tanpa ada sosok yang mendampinginya.
Julia adalah istri dari Dedi. Ia menjadi salah satu dari puluhan korban yang direnggut nyawanya akibat peristiwa di perairan Johor Malaysia itu.
Saat berangkat, Julia sedang mengandung buah hati pertama hasil pernikahannya dengan Dedi. Maklum usai perkawinan mereka belum genap satu tahun. Baru 7 bulan lamanya.
“Kami baru menikah beberapa bulan yang lalu sebelum berangkat,” ucap Dedi mengenang istrinya, Julia.
Junaedi bahkan menyebutkan kronologi pemberangkatannya dari Lombok menuju Batam yang kemudian diselundupkan ke Malaysia.

Photo Istimewa : Junaedi pada saat melakuhkan wawancara mengenai tragedi kapal boat terbalik akhir tahun 2021 lalu.
Dengan raut muka yang tak bisa menyembunyikan kesedihan, mata yang berbinar – binar serta mulut yang sedikit kaku dalam berbicara, Junaedi berusaha keras bercerita tentang kisahnya.
“Saya di rekrut oleh tekong yang berasal dari Masbagik. Dengan biaya masing – masing 7 juta, kami bisa berangkat dari rumah ke Batam tanggal 1 Desember 2021,” ucapnya.
Dengan total uang yang dikeluarkannya bersama istrinya sebesar 14 juta, ia diberangkatkan ke Batam pada 1 Desember 2021.
Ditampung selama kurang lebih 2 mingguan, membuat Junaedi pasrah ingin kembali ke kampung halaman.
Ia juga bahkan menceritakan sempat 3 kali dicoba untuk diselundupkan oleh agen, namun tetap saja gagal karena faktor cuaca buruk.
Selain itu, ia bahkan ingat betul banyaknya kasus tenggelamnya kapal boat pada saat itu. Hanya saja tidak terlalu menjadi pemberitaan secara besar – besaran karena kejadiannya masih berada di kawasan Batam, Indonesia.
******* Jalur Ilegal Sebagai Jalan Keluar
Permasalahan pekerja migran tidak akan pernah musnah. Selama ada niatan menjadi pekerja migran, selama itu pula permasalahan ikut menghantui.
Pergi melewati jalur ilegal demi memutus rantai kemiskinan menjadi hal yang lumrah dan bahkan menjadi hal biasa bagi sebagian orang.
Kerap kali jalur ilegal sebagai upaya dan bahkan jalan satu – satunya yang dipilih para pekerja migran. Alhasil, kasus penyelendupan manusia dengan dalih menjadi pekerja migran menjadi permasalahan yang berbelit-belit.
Mengutip perkataan dari Rasyid Ridho, pejuang pekerja migran. Pekerja migran adalah salah satu perbudakan modern yang disahkan oleh pemerintah. Di atur dalam undang – undang dan diaplikasikan. Kadang, kita terjebak pada sisi aturan.
Dari tahun ke tahun, upaya perlindungan masih tetap diupayakan oleh pemerintah. Di sisi lain, masyarakat yang masih masif memilih jalur tikus untuk melancong.
Selain itu, sering terjadi kongkalikong antara penyedia jasa dengan aparat penegak hukum yang membuat maraknya kasus penyelundupan menjadi PMI.
Ada keterlibatan oknum aparatur negara yang seharusnya menegakkan hukum justru melakuhkan pelanggaran HAM berat yang memberikan kemudahan bagi jalannya perdagangan orang.
Berdasarkan Pasal 1 ayat 1 Undang Undang Nomor 21 Tahun 2007 Tentang Tindak Pidana Perdagangan Orang, definisinya adalah tindakan perekrutan, pengangkutan, penampungan, pengiriman, pemindahan, atau penerimaan seseorang dengan ancaman kekerasan, penggunaan kekerasan, penculikan, penyekapan, pemalsuan, penipuan, penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan, penjeratan utang atau memberi bayaran atau manfaat, sehingga memperoleh persetujuan dari orang yang memegang kendali atas orang lain tersebut, baik yang dilakukan di dalam negara maupun antar negara, untuk tujuan eksploitasi atau mengakibatkan orang tereksploitasi.
Berdasarkan pasal tersebut, unsur tindak pidana perdagangan orang ada tiga yaitu: unsur proses, cara dan eksploitasi. Jika ketiganya terpenuhi maka bisa dikategorikan sebagai perdagangan orang.



Komentar