top of page

Kiprah Kelompok Usaha Perempuan Memajukan Ekonomi Keluarga

Dilansir dari LOMBOKPOST[.]NET oleh Fathul Rakhman.

Jika ada sahabat yang ingin belajar, mereka ringan tangan berbagi. Tak takut disaingi. Semakin banyak teman, semakin banyak teman berbagi pengalaman.

Prinsip berbagai ini ada di kelompok usaha perempuan di Dusun Kanjol Jawa, Desa Pesanggrahan, Kecamatan Montong Gading. Kelompok perempuan di desa yang didominasi persawahan ini membuat usaha tortila. Mereka memanfaatkan bahan baku yang ada di desa, seperti singkong, talas, jagung. Bahkan mereka juga membuat tortila rumput laut. Untuk bahan baku rumput laut mereka membeli di petani rumput laut di daerah selatan Lombok Timur. Mereka memiliki sahabat di desa-desa pesisir.

Luasnya persahabatan itu lantaran mereka tak pelit berbagi. Zohriah, 45 tahun, salah satu anggota kelompok sudah sering melatih kelompok perempuan di desa lainnya. Bahkan dia melatih di kecamatan lainnya di Lombok Timur. Dia pernah melatih para perempuan di Kecamatan Jerowaru. Melatih sampai bisa memproduksi. Dia membimbing dengan tekun hingga kelompok yang dilatih itu benar-benar mahir membuat olahan makanan yang mirip keripik, tapi lebih tipis.

Zohriah pernah melatih bersama rekannya Siti Rukyah. Awalnya, dua perempuan ini pernah mengikuti pelatihan tortila di Kota Mataram. Saat itu Rukyah masih berstatus gadis. Kini dia memiliki satu orang anak. Setelah pelatihan di Mataram, pulang ke kampung halaman mereka membuat usaha tortila. Rumah Zohriah dan Siti Rukyah bertetangga. Mereka juga tergabung dalam satu kelompok.

Keduanya memiliki pasar tersendiri. Siti Rukyah menjual di pasar dan memiliki pelanggan. Sementara Zohriah lebih banyak menerima pesanan lewat handphone. Pemesan tinggal meminta dibuatkan tortila jenis apa dan volumenya. Setelah pesanan jadi, kadang Zohriah mengantar atau pembeli yang datang ke rumahnya. “Kami pelatihan tahun 2010, setelah itu langsung kami bikin di rumah,” kata Rukyah.

Selain aktif membuat tortila, Zohriah juga aktif di PNPM. Karena tahu dia memiliki keterampilan membuat tortila, PNPM memakai jasanya melatih. Dia lupa sudah berapa orang dan berapa kelompok yang dilatih. Zohriah merasa senang, setelah pelatihan, orang yang dilatih bisa menerapkan ilmu yang diberikan. “Karena kami juga didukung pemerintah, jadi kami bantu pemerintah,” kata Rukyah.

Berbagi ilmu, bagi Rukyah dan Zohriah, tidak akan pernah rugi. Mereka tidak takut tersaingi. Bahkan mereka mengajak orang baru bergabung di kelompok mereka. Seperti saat ini, Sulfaizah, 27 tahun, yang baru mulai ikut di kelompok ini. Selain mendapatkan ilmu baru, ibu satu anak ini bisa mendapatkan tambahan penghasilan. Bagi dia, membuat tortila ini juga relatif mudah dan bisa dilakukan sambil santai.

Perasaan senasib membuat kelompok usaha perempuan ini lebih solid. Mereka hampir berkumpul setiap hari. Mereka berbagi peran. Ada yang membeli bahan, menghaluskan bahan, memasak, dan menjual. Para anggota kelompok awalnya tetangga terdekat. Lama kelamaan mengajak anggota baru bergabung. Perkembangan kelompok-kelompok yang dimuat di Lombok Post sejak seri pertama dalam tulisan ini pun awalnya sedikit. Lama kelamaan mereka tumbuh pesat menjadi kelompok yang besar.

Pengalaman pernah menjadi buruh migran (TKW) atau ditinggal suami menjadi TKI memperkuat solidaritas kelompok ini. Seperti pengalawaman Munawati. Mantan TKW Malaysia ini memimpin kelompok usaha “Bumi Srijaya”. Produk utama kelompok ini adalah keripik pakis. Kampung halamannya di Dusun Srijaya, Desa Perian, berbatasan langsung dengan Taman Nasional Gunung Rinjani (TNGR). Pakis adalah sayuran yang berlimpah dan murah. Hanya dengan modal Rp 50 ribu, kelompok ini bisa memproduksi keripik pakis.

“Kendala kelompok kami di modal,” katanya saat ditanya rencana usaha baru yang akan dikembangkan.

Sebagai sesama mantan buruh migran dan keluarga buruh migran, Munawati bisa mengukur diri kemampuan kelompok mereka. Produksi dibatasi karena mereka terkendala peralatan, terkendala modal, dan terkenala pemasaran. Mereka tidak ingin memproduksi terlalu banyak, tapi pada akhirnya tidak laku.

Karena kekompakan itu pula yang membuat kelompok-kelompok perempuan ini tetap eksis. Seperti pengalaman Rukyah, yang membuat kelompok sejak dia masih baru tamat SMA hingga sudah memiliki anak. Usaha itu eksis hingga saat ini. Bahkan setiap tahun, produksi mereka meningkat. Kuncinya, mereka tidak pernah pelit berbagi.

0 tampilan0 komentar

Postingan Terkait

Lihat Semua

Comments

Rated 0 out of 5 stars.
No ratings yet

Add a rating
bottom of page