adbmi.org – Dengan dibukanya kembali negara penempatan Malaysia tentu tidak sedikit masyarakat Indonesia yang akan mendaftarkan diri sebagai calon pekerja migran menuju negara seribu sawit tersebut. Tapi tentu tidak serta merta bisa langsung berngkat, ada beberapa hal yang harus dilalui sebelum bisa bekerja ke negara penempatan tersebut.
Keputusan pemerintah Malaysia dan Indonesia membuka kran kerjasama sektor jasa kembali dilanjutkan setelah pandemi covid 19. Melalui keputusan Direktur Jenderal Pembinaan dan Penempatan Tenaga Kerja dan Perluasan Kesempatan Kerja Nomer 3/III/PK.02.01/IV/2022, Malaysia menjadi salah satu negara yang membuka diri dari Indonesia.
Setidaknya dalam keputusan yang baru saja dikeluarkan pada pertengahan April tersebut, ada 65 negara yang sudah membuka diri dengan Indonesia, termasuk Malaysia.
Mengetahui hal ini, pengurus Lembaga Sosial Desa Anjani langsung menarik informasi yang sudah lama di pasang di depan kantor desa Anjani. Informasi dalam bentuk banner tersebut dipasang sebagai upaya pemberitahuan kepada masyarakat untuk tidak berangkat ke Malaysia.
“Banner ini sudah kami cabut, jadi Malaysia sudah buka. Kami tidak menganjurkan untuk berangkat, tidak pula melarang untuk berangkat. Yang jelas kalau ingin berangkat harus sesuai prosedur,” cetus pemuda yang di sapa Nendi tersebut saat ditemui di depan kantor desa Anjani, Jum’at (29/04/2022).
Nendi juga berpesan kepada masyarakat untuk jeli memilih perusahaan penempatan pekerja migran (P3MI) untuk menghindari diri dari penipuan yang merugikan calon pekerja migran.
“Mencari informasi dari berbagai sumber sangat penting. Terlebih informasi terkait P3MI yang terdaftar dan resmi. Karena tidak semua perusahaan yang merekrut bisa dikatakan resmi,” ucap Nendi.
Photo : Fauzan, staff Yayasan ADBMI/ADBMI Foundation
Dilain tempat, Fauzan selaku aktivis migran sekaligus staf ADBMI Foundation meminta kepada pemerintah daerah untuk memberikan perhatian yang intens mengenai pembukaan pemberangkatan ke Malaysia.
Ia menegaskan, edukasi yang penting didapatkan masyarakat khususnya Calon Pekerja Migran Indonesia (CPMI) Lotim adalah kepastian data CPMI tersebut. Pertama, jangan sampai CPMI yang bersangkutan masuk dalam daftar ‘senarai hitam’ atau black list di negeri jiran yang diakibatkan oleh over stay.
Salah satu yang bisa dilakukan adalah dengan memperkuat pendataan. Di mana, pemerintah bisa menanyakan kepada CPMI tentang status kepulangan mereka. “Dengan melihat paspornya, kita bisa melihat apakah yang bersangkutan masuk black list atau tidak,” tuturnya.
Lebih rinci dijelaskan, jika pada paspor yang bersangutan tertulis keterangan BLI, maka yang bersangkutan tidak boleh masuk ke negara Malaysia dalam jangka kurun 5 tahun ke depan. Kata Fauzan, untuk pekerja migran yang dipulangkan sejak Covid-19 terhitung 2019 sampai 2021 dan paspornya berstempel RAI, maka yang bersangkutan tidak boleh masuk Malaysia seumur hidup.
“Ini berdasarkan aturan keimigrasian Malaysia. Informasi perlu disampaikan kepada CPMI kita. Agar jangan sampai mereka menjadi korban penipuan,” tegas Fauzan.
Selain itu, berdasarkan informasi terbaru yang ia himpun, setelah penandatanganan MoU antar pemerintah RI dengan Malaysia, dinyatakan setiap CPMI yang masuk melalui visa lawatan atau pelancong tidak akan diperkenankan mengurus visa kerja atau permit di Malaysia. “Artinya, wajib bagi CPMI kita mengurus visa kerja atau permit dari Indonesia apabila ingin masuk dan bekerja di Malaysia,” tutupnya.
Opmerkingen