URGENSI RATIFIKASI KONVENSI PBB 1990 BAGI PERLINDUNGAN BURUH MIGRAN & ANGGOTA KELUARGANYA
oleh: Benhard Nababan | Migrant Care
Seperti kita ketahui bersama Indonesia telah meratifikasi 6 Perjanjian Internasional HAM yang utama (mayor international human rights treaties):
Konvenan Internasional mengenai Hak-Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya (diratifikasi melalui Undang-Undang No. 11 tahun 2005)
Konvenan Internasional mengenai Hak-Hak Sipil dan Politik (diratifikasi melalui Undang-Undang No. 12 tahun 2005)
Konvensi Internasional mengenai Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Rasial (diratifikasi melalui Undang-Undang No. 29 tahun 1999)
Konvensi mengenai Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Perempuan (diratifikasi melalui Undang-Undang No. 7 tahun 1984)
Konvensi mengenai Hak-Hak Anak (diratifikasi melalui Keputusan Presiden No. 36 tahun 1990)
Konvensi menentang Penyiksaan dan bentuk perlakuan atau penghukuman lain yang kejam, tidak berprikemanusiaan atau Merendahkan (diratifikasi melalui Undang-Undang No. 5 Tahun 1998)
Kemudian sebagai anggota ILO, Indonesia juga telah meratifikasi Lima Belas Konvensi-Konvensi ILO, dan Delapan diantaranya adalah Konvensi Inti ILO (Core ILO Conventions):
Konvensi ILO No. 29 tentang Penghapusan Kerja Paksa (diratifikasi oleh Pemerintah Belanda pada tanggal 31 Maret 1933,Ned.Stbl.No.26, 1933 jo Ned.Stbl. No.236, 1933. Dinyatakan berlaku bagi Indonesia dengan Stbl. No. 261, 1933)
Konvensi ILO No. 87 tentang Kebebasan Berserikat dan Perlindungan Hak untuk Berorganisasi (diratifikasi melalui Keppres RI No. 83 Tahun 1998)
Konvensi ILO No. 98 tentang Hak Berorganisasi dan Melakukan Perundingan Bersama (diratifikasi melalui Undang-Undang No. 18 tahun 1956)
Konvensi ILO No. 100 tentang Pemberian Upah Yang Sama Bagi Para Pekerja Pria dan Wanita (diratifikasi melalui Undang-Undang No. 80 tahun 1957)
Konvensi ILO No. 105 tentang Penghapusan Semua Bentuk Kerja Paksa (diratifikasi melalui Undang-Undang No. 19 tahun 1999)
Konvensi ILO No. 111 tentang Diskriminasi dalam Pekerjaan dan Jabatan (diratifikasi melalui Undang-Undang No. 21 tahun 1999)
Konvensi ILO No. 138 tentang Usia Minimum Untuk Diperbolehkan Bekerja (diratifikasi melalui Undang-Undang No. 20 tahun 1999)
Konvensi ILO No. 182 tentang Pelarangan dan Tindakan Segera Penghapusan Bentuk-Bentuk Pekerjaan Terburuk Untuk Anak (diratifikasi melalui Undang-Undang No. 01 tahun 2000)
Namun sebagai negara pengirim terbesar buruh migran hingga saat ini Indonesia belum meratifikasi Konvensi Internasional yang spesifik melindungi buruh migran yakni Konvensi Internasional Perlindungan Hak Seluruh Pekerja Migran dan Anggota Keluarganya (International Convention on the Protection of the Rights of All Migrant Workers and Members of their Families) 1990 dan Beberapa Konvensi ILO terkait seperti Konvensi ILO 143 tentang Pekerja Migran (1975), Konvensi ILO No. 97 tentang Migrasi demi Pekerjaan (ILO Convention No. 97 Concerning Migration for Migration Employment) yang direvisi tahun 1949 dan Konvensi No. 181 tentang Agen Tenaga Kerja Swasta (Convention No. 181 Concerning Private Employment Agencies) yang disahkan tahun 1997.
Indonesia sebenarnya telah menjadwalkan untuk meratifikasi Konvensi Internasional Perlindungan Hak Seluruh Pekerja Migran dan Anggota Keluarganya pada periode Rencana Aksi Nasional tentang Hak Asasi Manusia (RANHAM) I, 1998 – 2003 namun dengan alasan yang tidak jelas seperti munculnya proteksi dari Departemen terkait, konvensi tersebut baru sebatas ditandatangani pada September 2004.
Memasuki periode RANHAM II, 2004 – 2009 (Keppres No. 40 Tahun 2004), ratifikasi Konvensi Internasional tentang Perlindungan Pekerja Migran dan Anggota Keluarganya tersebut kembali diagendakan. Terkait dengan hal tersebut pemerintah Indonesia telah menandatangani Deklarasi ASEAN tentang Penghapusan Kekerasan terhadap Perempuan Juni 2004 di Jakarta, Deklarasi ASEAN Anti Perdagangan Perempuan dan Anak tahun 2004 di Vientien-Laos, dan terakhir Deklarasi ASEAN untuk Perlindungan Buruh Migran tahun 2007 di Cebu-Philipina.
Proses Ratifikasi juga menjadi rekomendasi yang pertama dari Special Rapporteur on the Human Rights of Migrants, Mr. Jorge A. Bustamante dalam kunjungannya ke Indonesia, 12 – 21 Desember 2006 terkait Legislasi Nasional Perlindungan Buruh Migran, sebagai berikut:
Ratifikasi Konvensi Internasional Perlindungan Hak Seluruh Pekerja Migran dan Anggota Keluarganya (International Convention on the Protection of the Rights of All Migrant Workers and Members of their Families) yang disahkan tahun 1990.
Memasukkan Konvensi Internasional Perlindungan Hak Seluruh Pekerja Migran dan Anggota Keluarganya dan standar HAM Internasional lainnya yang terkait dengan ketenagakerjaan kedalam hukum/legislasi nasional.
Hal ini menjadi penting untuk didesakkan bila melihat paradigma dan substansi dari Undang-undang No. 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan terhadap Pekerja Migran Indonesia di Luar Negeri. Selain bisnis oriented dan eksploitatif, Undang-Undang ini juga kabur dalam beberapa hal semisal penugasan tanggungjawab untuk penegakkan hak-hak pekerja migrant atau bisa dikatakan aspek perlindungan menjadi terabaikan sehingga menimbulkan begitu banyaknya kasus-kasus kekerasan dan eksploitasi terhadap buruh migran Indonesia sejak pra keberangkatan, selama berada di luar negeri dan pasca penempatan.
Melihat rendahnya komitmen pemerintah untuk melindungi buruh migran dan anggota keluarganya maka kebutuhan mendesak saat ini adalah mengorganisir diri dalam SEKRETARIAT BERSAMA dan melakukan advokasi bersama: MENDESAK PEMERINTAH SEGERA MERATIFIKASI KONVENSI PBB 1990 DAN MENGAMANDEMEN UU NO. 39 TAHUN 2004.
Catatan:
Konvensi Internasional Perlindungan Hak Seluruh Pekerja Migran dan Anggota Keluarganya baru dinyatakan berlaku bila sudah ditandatangani oleh 20 negara anggota dan saat ini baru 11 negara yang meratifikasinya.
Comments