Kain tenun Pringgasela adalah lambang budaya masyarakat Pringgasela secara khusus. Bahkan kain tersebut melambangkan budaya Nusa Tenggara Barat. Kain tenun Pringgasela disesek (Tenun) oleh perempuan, salah satunya Husniati yang merupakan perempuan asal dusun Timuq Belimbing desa Pringgasela Timur.
Ia adalah satu dari sedikitnya perempuan yang menjadikan tenun sebagai mata pencaharian. Ia juga mantan pekerja migran Indonesia yang sudah merantau ke Malaysia hanya untuk mencari modal mengembangkan usahanya membuat kain tenun khas Pringgasela.
adbmi.org – Setelah menjemput sang anak dari sekolah, tak ada lagi pekerjaan tetap bagi Husniati selain membuat kain tenun khas Pringgasela. Pekerjaan tersebut sudah digelutinya sejak puluhan tahun lamanya.
Hari ini, Husniati sedang melanjutkan kain tenun yang sudah dibuatnya sekitar satu Minggu lamanya. Ia akan membuat ragi bayan (motif) dengan panjang sekitar 10 meter. Kain tersebut nantinya akan diperuntukkan sebagai kain nyongkolan khusus perempuan.
Dengan perpaduan warna merah muda sebagai warna dominan, kain tersebut sudah bisa berbicara siapa yang akan mengenakannya, ya para perempuan.
Di samping rumahnya, Husniati menjadikan Gedogan (alat sesek) sebagai sawah ladangnya. Ia tak punya banyak harta warisan, namun ia diwariskan keahlian menenun dari sang ibu.
Keahliannya menenun tersebut ia jadikan sebagai mata pencaharian untuk keluarganya.
Mantan pekerja migran eks Malaysia tersebut berharap usaha tenunnya bisa berjalan lancar.
Tenun bagi Husniati adalah harapan yang harus terus menyala. Meskipun demikian, zaman kian menggerus keberadaan kain tenun Pringgasela sebagai salah satu sandang atau pakaian yang laku di pasaran.
Sementara itu, Husniati harus menghidupi keluarga dari hasil tenun yang belum menentu. Ia harus menghidupi kedua anaknya, sementara sang suami masih merantau.
“Dalam satu bulan kita harus berusaha membuat minimal dua buah jika ingin di jual, sebab tidak ada pemasukan lainnya,” terang Husniati, 1/9/2023 kemarin saat di kunjungi.
Untuk pemasaran, Husniati bekerjasama dengan keluarga yang ada di rantauan. Ada yang di Malaysia, ada pula yang di Surabaya.
Ia mengirim jika ada pesanan, jika tidak ada, maka tidak dikirimkan. Ia menggunakan metode, bayar langsung. Ini dikarenakan keterbatasan modal dan waktu membuatnya yang lumayan lama.
“Satu kain bisa sampai 2 mingguan diproses, tergantung ukuran dan kelengkapan bahan,” terang perempuan pekerja migran Indonesia yang sudah 3 kali merantau tersebut. Jika Kurang Modal, Husniati Berharap Merantau Kembali
Husniati masih memiliki keinginan untuk kembali merantau ke Malaysia. Karena masih terkendala biaya untuk mengembangkan usaha tenun Pringgasela tersebut.
Ia juga merupakan alumni pelatihan Manejemen Ekonomi Rumah Tangga dan Usaha Mikro yang di gagas oleh Lembaga Sosial Desa Pringgasela Timur kecamatan Pringgasela kabupaten Lombok Timur.
Ia pun tergolong salah satu peserta yang mengajukan peminjaman ke bank BRI. Peminjaman tersebut nantinya akan dijadikan modal usaha mengambangkan usahanya.
Ia berharap mendapatkan akses modal sekitar 20 juta. Sebab, biaya untuk mengembangkan usahanya lumayan besar.
Menjemput akses permodalan di bank konvensional tersebut merupakan kerjasama yayasan ADBMI dan AWO International dengan pihak bank. Ini bertujuan untuk tindak lanjut program pengembangan UMKM terdampak covid 19 yang lalu.
Sebab covid 19 yang melanda dunia, ekonomi semakin terdampak dan dirasakan semua orang, termasuk pelaku usaha.
Tenun Pringgasela Menjawab Tantangan Zaman
Kain tenun Pringgasela sudah ada sejak ratusan tahun lamanya. Belakangan ini, anak – anak muda sering membuat pagelaran budaya yang dibuat untuk mengenalkan kain tenun Pringgasela sampai ke kancah Nasional. Ada event besar yang di sebut alunan budaya Pringgasela.
Dari event tersebut, masyarakat Pringgasela mencoba memperkenalkan budaya mereka, yaitu tenun Pringgasela. Dari tenun Pringgasela tersebut pula, banyak dihasilkan berbagai kebutuhan sandang. Semisal baju dengan berbagai motif dan model, selendang, tas, syal dan lain sebagainya.
Anak – anak muda harus bisa menjawab tantangan zaman yang semakin menggilas keberadaan kain tenun Pringgasela kecamatan Pringgasela kabupaten Lombok Timur, NTB.
Kain tenun Pringgasela biasanya di buat oleh perempuan yang ekonominya berada di posisi menengah ke bawah. Ini menunjukkan, kemakmuran para penenun masih jauh dari harapan.
Perlu adanya kerjasama semua pihak, bukan hanya masyarakat. Sehingga pasaran dan hasil dari kain tenun Pringgasela bisa dijual sampai ke kancah Nasional dan internasional.
コメント