adbmi.org – Bagaimana nasib mantan pekerja migran yang pernah mengadu nasib di timur tengah, negeri para nabi. Timur Tengah terkenal dengan kekayaan alamnya berupa minyak bumi.
Selain itu juga cerita kayanya negeri para nabi tersebut lebih manis dari pada buah kurma. Manis sekali rasanya. Banyak orang tergiur untuk merantau dan menjadi pekerja migran Indonesia ke Timur Tengah.
Kisah manisnya kehidupan di Timur Tengah tersebar ke seantero dunia. Bahkan ceritanya melalang buana ke pulau seribu masjid, Lombok yang menjadi bagian dari provinsi Nusa Tenggara Barat yang dulunya menjadi bagian dari Sunda Kecil.
Kurma memang manis. Manis legit dengan ciri khasnya berwarna hitam manis. Ada juga yang kekuning – Kuningan dengan berbagai jenisnya tergantung cara penanaman dan asal muasalnya. Meskipun begitu, cerita para pekerja migran perempuan tak semanis buah kurma. Bahkan keras seperti bijinya.
Para perempuan – perempuan yang meninggalkan kampung halaman untuk bekerja di Timur Tengah banyak yang menelan rasa pahit selama pengembaraan mencari rezeki. Banyak pula yang berhasil. Bahkan lebih banyak dari banyaknya kasus yang menjadi perempuan sebagai korban perbudakan !!.
***** Menjadi Pekerja Migran Arab Saudi Bisa Langsung Umroh dan Haji Plus
Banyak yang tergiur untuk mencari rezeki ke negara adidaya Arab Saudi dan negara negara tetangganya. Negara yang kaya tersebut memang menjanjikan banyak penghasilan. Di samping itu juga, menjanjikan untuk bisa beribadah umroh dan haji bagi para pendatangnya. Termasuk para pekerja migran yang memilih Arab Saudi untuk mencari pekerjaan.
Namun siapa sangka, Arab Saudi dan negara timur tengah lainya sudah di tutup oleh pemerintah Indonesia dalam hal pengiriman pekerja migran Indonesia terutama di sektor domestik sebagai pekerja rumah tangga bagi perempuan. Banyak yang tidak tau aturan tersebut.
Sejak tahun 2015 silam, melalui peraturan menteri Tenaga Kerja Republik Indonesia nomor 260 tahun 2015 bahwa pemerintah republik Indonesia melakuhkan moratorium atau pemberhentian pemberangkatan pekerja migran Indonesia ke Timur Tengah.
Banyak faktor yang membuat pemerintah menekan keputusan pahit tersebut. Banyaknya perbudakan yang kemudian merugikan para pekerja migran perempuan terutamanya menjadi alasan kuat pemerintah melakuhkan penghentian pemberangkatan pekerja migran ke Timur Tengah untuk menjadi pekerja rumah tangga.
Namun apalah daya, ekonomi dan manisnya penghidupan Arab Saudi dari cerita-cerita selalu menjadi alasan masyarakat menutup mata dan telinga.
Masih banyak masyarakat tetap berangkat menjadi pekerja migran Indonesia. Mereka menggunakan visa umroh, haji maupun visa ziarah untuk bisa menembus tingginya dinding pembatas itu. Selain bisa menjadi pekerja migran, mereka juga bisa umroh dan haji tanpa harus menunggu bertahun-tahun lamanya.
***** Ekonomi Menjadi Alasan Kuat Mereka Menjadi Pendatang Haram di Tanah Haram !!
Jika meminjam kejamnya bahasa warga Malaysia yang mengatakan pekerja ilegal sebagai “pendatang haram,” tak pantas rasanya telinga kita mendengarnya. Mereka (warga Malaysia) menyebutkan istilah itu bukan tanpa alasan, memang itulah penyebutan bagi pekerja migran ilegal di negeri Jiran.
Berbeda dengan Malaysia, Arab Saudi masih terlihat manusiawi dalam hal penyebutan para pekerja migran ilegal.
Meskipun para pekerja migran berangkat dari negara asal, semisal Indonesia, mereka masih bisa mengurus berkas-berkas keimigrasiannya di Arab Saudi. Jadi tidak ada istilah pendatang haram, jika di urus dengan baik.
Namun, banyak pendatang haram di tanah Haram tersebut masih terlunta-lunta memperjuangkan hak – haknya. Bahkan dibeberapa kasus, negara pun kalah oleh perseorangan. Negara masih belum kuat dalam membela masyarakatnya yang menjadi korban di Timur Tengah. Wajar, mereka para pekerja migran Indonesia sudah di bayar dan layak di jadikan budak.
Masyarakat kita, pikir penulis, banyak yang memilih Timur Tengah karena alasan ekonomi. Siapa sangka, para pekerja migran perempuan yang ingin bekerja menjadi pekerja rumah tangga di janjikan janji – janji manis. Bahkan mereka diberikan uang pesangon oleh pihak sponsor.
Alasan ekonomi inilah yang menguatkan inisiatif dan bahkan menguatkan niat masyarakat untuk menembus tembok perbatasan menuju tanah Haram.
Tidak meratanya pembangunan, tidak stabilnya perkembangan ekonomi di daerah asal dan kurangnya pekerjaan membuat mereka melawan kehendak pemerintah.
Ancaman penyalur pekerja migran ilegal pun terang dibuat oleh pemerintah. Bahkan perekrutan secara ilegal sudah termasuk dalam tindak pidana perdagangan orang atau TPPO yang tertera dalam undang – undang 21 tahun 2007. Selain itu, juga dibuatkan aturan nomor 18 tahun 2017 tentang pelindungan pekerja migran Indonesia.
Jika sudah ada aturan, maka ada ganjaran bagi pelanggarnya. Ancamannya pun sampai 15 tahun penjara bagi piha yang menyalurkan pekerja migran secara non prosedural.
Comments