Derita Seorang Ayah, Waktu Bersama Keluarga Habis Direnggut Antrian BBM
- Firman Siddik

- 11 Nov
- 2 menit membaca

adbmi.org - MT,47 tahun, merupakan salah satu warga kabupaten Lombok Timur. Ia merupakan pedagang sayur keliling. Profesi ini sudah digeluti selama hampir satu dekade.
Setiap pagi buta, MT harus berangkat membeli barang ke pasar Paok Motong, jarak yang harus ditempuh sekitar 20 menit dari rumah.
Setelah itu, ia keliling berjualan menjajakan dagangannya ke rumah - rumah sampai jam 9 pagi. Tak jarang, ia bahkan harus berjualan sampai jam 10.
Setelah habis, ia pulang membawa harapan keluarga.
Sesampainya di rumah, ia bahkan tak sempat melihat anaknya disebabkan sang anak masih berada di sekolah.
Tepat jam 11 siang, ia harus kembali lagi bekerja di salah satu dapur Makan Bergizi Gratis di area rumahnya. Ia bekerja sebagai pencuci perabotan MBG.
MT menjadi karyawan di MBG sudah hampir dua bulan lamanya. Ia bekerja sejak jam 11 siang sampai jam 4 sore.
Dari hasilnya bekerja ini, ia bisa memenuhi kebutuhan pokok keluarganya.
MT adalah seorang ayah dengan 4 orang anak. Waktunya habis untuk bekerja memenuhi kebutuhan keluarga.
Selain habis untuk bekerja, waktunya juga habis untuk antre BBM.
MT dalam seminggu bisa mengisi BBM sampai dua kali. Ia terpaksa memilih mengisi di SPBU untuk alasan irit pengeluaran. Alhasil, ia harus mengorbankan waktunya dengan keluarga demi mendapatkan minyak pertalite yang murah.
Aturan pembatasan penjualan BBM bersubsidi berdampak bagi semua kalangan. Tak terkecuali bagi MT.
Banyak pedagang eceran gulung tikar. Ada juga yang berjualan sampai 12.000-13.000 ribu per liter.
Dengan aturan pembatasan penjualan eceran ini, alhasil banyak pengendara harus menghabiskan waktunya demi antre BBM bersubsidi.
Derita MT sebagai seorang kepala keluarga yang waktunya habis direnggut antrean BBM murah.
Selamat Hari Ayah Nasional, 12 November 2025.



😥😥😥😥