Isteri oknum penegak hukum jadi perekrut ilegal, Ini bukan kasus Ferdi Sambo yang mencederai marwah kepolisian. Pembunuh yang melibatkan para jendral yang menjadi tranding topik sampai saat ini.
Ini kasus tentang perdagangan orang. Pemerintah pun menyatakan perang pada kasus ini. Sayangnya ada dugaan keterlibatan oknum polisi dalam memuluskan tindakan perdagangan orang di Lombok Timur.
Photo Istimewa : A salah satu CPMI yang diduga menjadi korban TPPO saat menemui kepala desa Anjani dan LSD Anjani.
adbmi.org – Warga desa Anjani inisial A terbata – bata menyebutkan nama Pekerja Lapangan (PL) yang merekrutnya menjadi calon pekerja migran. PL tersebut ada yang berasal dari Keruak, Lombok Timur dan Janapria, Lombok Tengah.
A sendiri diduga akan menjadi korban tindak pidana perdagangan orang (TPPO), perekrutan yang sangat di kecam oleh pemerintah dan bahkan aparatur negara. Sayangnya, ada dugaan keterlibatan pihak kepolisian wilayah tugas di Lombok Timur dalam memuluskan perekrutan tersebut.
A yang berasal dari desa anjani kecamatan Suralaga dijanjikan menjadi pekerja migran ke Malaysia di sektor rumah tangga. Dengan hanya iming – iming biaya gratis dengan model potong gaji membuat ia dan suaminya mengiyakan. Sayangnya, ia tidak tau menahu jika ia akan menjadi korban TPPO.
“Saya sudah melapor ke Disnakertrans Lotim, terang A saat di temui di kantor desa Anjani Selasa pagi (23/08).
Pihak Disnakertrans Lotim langsung menghubungi Lembaga Sosial Desa Anjani untuk memberitahukan adanya kasus dugaan penipuan yang menyeret warga desa Anjani.
Di Kantor Desa Anjani, sudah ada pemerintah desa Anjani dan LSD Anjani yang menunggu korban untuk datang setelah kembali dari Disnakertrans Lotim.
A menceritakan jika beberapa hari yang lalu sepeda motor yang dimilikinya, saat terparkir di rumah diangkut oleh PL. Ada juga salah satu anggota polisi yang kebetulan menjadi suami dari salah satu PL – nya.
“Saat itu saya tidak di rumah, mereka bertemu dengan suami dan anak saya,” tutur A kepada pemdes dan LSD Anjani.
Saat suaminya pergi menjemput A yang saat itu sedang berjualan di acara Hultah, sehingga hanya anak – anaknya yang berada di rumah. Di saat itulah motor yang biasanya digunakan bersekolah dan bekerja oleh anak – anaknya diambil dan diberikan surat yang menerangkan bahwa motor ini sebagai jaminan.
“Saya diminta mengganti sebesar 18 juta rupiah. Saya tidak tau itu biaya apa aja sehingga biayanya banyak sekali, ” terangnya.
Sebelumnya, ia memang sudah diterbangkan ke Surabaya sebelum diberangkatkan ke Batam. Di sana, data – datanya dibuat ulang. Mulai dari paspor, surat izin Keluarga sampai dengan data pribadi seperti akta kelahiran dibuat sama di Surabaya.
Di Surabaya sendiri, ia ditampung di kos – kosan yang sangat kecil. Dalam satu kamar, mereka berjumlah 5 – 7 orang. Ini terkesan sangat memaksa.
Semua biaya pengurusan administrasi sampai dengan tiket ke Surabaya ditanggung oleh PL. Namun A mengurungkan niatnya merantau karena sang suami sakit parah saat itu. Ia tak tega meninggalkan sang suami disaat suaminya sangat membutuhkannya.
Belum sempat diberangkatkan ke Batam, A lebih dahulu kabur dan membeli tiket dari uang kiriman sang suami. Seketika itu ia langsung pulang menemani suaminya melewati sakitnya.
Sebelum kabur dari penampungan, A sempat meminta izin kepada PL untuk menjenguk suaminya yang sedang sakit. Namun itu ditolak mentah-mentah oleh PL yang merekrutnya. Akhirnya ia memutuskan untuk kabur.
Diwaktu sama bersama, Rafi’i pengurus LSD Anjani menerangkan ini sudah ada dugaan penipuan dan bahkan dugaan akan menjadi korban TPPO. Ini terlihat dari model perekrutan.
“Semua dokumen pribadi korban dibuat di tempat yang berbeda. Bahkan keterangannya juga, hanya sekedar surat izin dari desa pun tak di buat di desa sendiri,” terang Rafi’i kepada A.
Perlahan, perekrutan yang ilegal akan mengerucut pada tindakan perdagangan orang. Bahkan pasal yang menerangkan kasus TPPO pun sudah jelas mengancam para pelaku.
Pasal 2 ayat 1, Pasal 4 atau Pasal 10 Undang Undang RI 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan TPPO dengan ancaman hukuman pidana penjara paling singkat tiga tahun dan paling lama 15 tahun dan denda paling sedikit Rp 20 juta dan paling banyak Rp 600 juta.
*******
Keterlibatan Aparatur Negara Dalam Pedagang Orang
Photo Istimewa : J salah satu korban kecelakaan kapal boat di Malaysia akhir tahun 2021 yang juga menjadi korban TPPO.
A adalah satu dari banyaknya korban TPPO di Lombok Timur. Bahkan tindakan perdagangan orang yang melibatkan aparatur negara bukan hanya sekali dua kali terjadi yang menyebabkan masyarakat menjadi korban.
J salah satu yang menjadi korban tindak pidana perdagangan orang yang melibatkan aparatur negara. J sendiri salah satu korban kecelakaan kapal boat di Malaysia akhir tahun 2021 yang merenggut nyawa istrinya.
J dalam keterangan yang di gali pihak wartawan, menjelaskan saat baru sampai di Badara Hang Nadim Batam, ia langsung dijemput oleh pihak aparatur negara. Kesaksian ini dikemukakan saat ia baru saja dipulangkan dari penampungan beberapa bulan yang lalu.
Keterangan dari J, Warga kecamatan Suralaga, Aparatur Negara tersebut membawanya dari Badara sampai ke penampungan sebelum diselundupkan ke Malaysia melalui jalur ilegal.
“Kami sangat di jaga ketat, ada beberapa orang polisi dan juga tentara,” terangnya 10/6/2022 yang lalu di kediamannya.
Ini sudah mencederai marwah aparatur negara yang menjadi pelindung masyarakat. Namun nyatanya ada oknum yang melegalkan dan bersekongkol. Ada musuh di dalam selimut.
Kini J harus bisa berjuang sendiri. Sembari mengenang istrinya yang talah tiada dan juga buah hatinya yang masih berada di dalam kandungan sang istri.
Comments