top of page
Gambar penulisADBMI Foundation

Memburu Dolar Berkedok Usaha Dan Pariwisata

Memburu Dolar dengan menjadi pelaku usaha dan pariwisata menjadi kebiasaan bagi Suhaili sebelum gempa dan pandemi covid 19 terjadi. Kebiasaan itu sudah menjadi turun temurun ketika industri pariwisata sudah masuk ke wilayah Senggigi.

Namun semua itu berubah semenjak terjadinya gempa 2018 menghantam Lombok sampai dengan pandemi covid 19, jarang sekali wisatawan nasional maupun internasional yang datang berkunjung ke wilayah pariwisata pantai Senggigi.

Photo Istimewa : Suhaili pada saat menjajakan dagangannya di depan Hotel Jayakarta Senggigi Lombok, NTB


Adbmi.org _Suhaili (28), sedang menjajakan dagangannya kepada beberapa wisatawan lokal. Sembari berdagang, Suhaili juga terlihat sedang membuat gelang dari benang sutera yang ia beli tempo hari.

Berbekal keahliannya dalam merajut benang, ia mencoba menjual gelang hasil kepiawaiannya kepada para pelancong yang datang berkunjung ke pantai Senggigi.

Suhaili merupakan salah satu warga Dusun Teluke desa Batu Layar Kecamatan Batu Layar kabupaten Lombok Barat. Ia adalah satu dari ratusan pedagang asongan yang menjajakan barang – barang yang biasanya menjadi buah tangan bagi para pelancong.

Setiap hari, pagi dan sore hari ia selalu menjajakan barang yang ia ambil dari bosnya. Tak banyak pilihan yang ia jual. Ia hanya menjual baju yang bertemakan pariwisata di Lombok.

Selain itu, ia juga menjual kain tenun, sajadah yang di buat dengan tenun, gelang hasil rajutannya dan beberapa pernak pernik yang bisa menjadi tumpuan hidup bagi diri dan keluarganya.

Suhaili hanya tamatan sekolah menengah pertama, hidup di daerah pariwisata membuatnya harus bisa memanfaatkan situasi dan momentum. Namun terkadang karena keterbatasan kemampuan dan finansial membuat ia harus rela menjadi tangan terakhir sebelum barang sampai ke pembeli.

Meski begitu, dengan kemampuan yang terbatas itu ia bisa menghidupi keluarganya. Ia bisa mendapatkan uang ratusan ribu hanya dengan berjualan buah tangan di pinggir pantai depan hotel Jayakarta Senggigi Lombok Barat.

Bersama beberapa rekannya yang juga menjajakan barang yang sama, mereka selalu membuka lapak dari jam yang sama, jam 06.00 WITA. Bahkan ia sudah datang sebelum itu, mempersiapkan lapak dan barang yang diangkut dari gerobak yang sengaja di sediakan pihak hotel kepada para pedagang. Jumlah mereka tak banyak. Hanya tiga puluhan orang.

Sembari mempersiapkan dagangannya, sesekali Suhaili menengok ke para pelancong yang sedang sarapan pagi. Berharap ada yang datang membeli barang-barangnya.

Mentari semakin meninggi, perlahan banyak turis asing yang membeli dagangannya. Dengan harga yang relatif murah, mereka tak jarang membeli lebih dari satu jenis oleh – oleh sebagai bukti mereka pernah datang ke Senggigi. Selain itu, turis lokal pun tak mau ketinggalan.

Photo Istimewa : para pedagang yang menjajakan dagangannya di depan Hotel Jayakarta Senggigi, NTB


Selesai sarapan, beberapa dari wisatawan lokal terlihat ikut membeli barang – barang yang di jajakan para pedagang. Ada yang membeli kain tenun (kain khas Lombok), ada pula yang terlihat membeli sajadah.

Tak jarang pula ada yang hanya melihat dan menawar namun tak jadi membeli barang. Namun itu tak menjadi permasalahan bagi mereka.

“Kami sudah terbiasa diberikan harapan. Lama nawarnya tapi tidak jadi beli, ” ucap Suhaili.

Sembari menunggu pembeli lainnya, ia bercerita tentang banyaknya uang dolar yang ia dapatkan sebelum bencana gempa bumi sampai pandemi covid 19 menghantam Lombok.

Dulu, uang dolar mereka dapatkan hanya dengan sekali duduk. Jumlahnya bukan satu, puluhan dengan pecahan nominal yang berbeda – beda.

Bahkan dulu, Senggigi bagaikan surga bagi para pelancong untuk menghabiskan uangnya. Menginap, berselancar, menikmati sunset dan sunrise bahkan hanya datang menikmati kuliner khas Lombok.

Mereka, wisatawan mancanegara (wisman) yang datang, umumnya menggunakan pesawat udara melalui penerbangan international dari Singapura, Kuala Lumpur, dan Perth Australia Barat. Jumlah wisman yang tercatat selama tahun 2019 hanya 57.821 orang.

Badan Pusat Statistik (BPS) NTB merilis angka kedatangan wisman di NTB. Pada 2017 angka kunjungan wisman mencapai 122.989 orang. Namun setelah terjadi gempa berturut-turut pada 29 Juli sampai 19 Agustus 2018, kunjungan wisman menurun. Jika pada tahun 2017 angka kedatangan langsung wisatawan 122.989 orang, pada tahun 2018 turun menjadi 78.930 orang.

Pelancong yang datang ke Nusa Tenggara Barat pasca pandemi covid 19 masih belum stabil. Bahkan butuh waktu dan momentum yang tepat bagi pariwisata NTB kembali pulih.

Bulan Maret Tahun 2022, event besar sekelas internasional diselenggarakan. Event Moto GP yang sukses di selenggarakan di sirkuit Mandalika, Lombok NTB ini menjadi angin segar bagi para pelaku usaha dan juga masyarakat sekitar.

Tidak tanggung-tanggung, pemerintah daerah NTB melalui Dinas Pariwisata NTB tahun 2022 menargetkan sekitar 2,5 juta wisatawan lokal maupun mancanegara.

Bahkan untuk mewujudkan targetkan yang sangat besar itu, Kementrian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Republik Indonesia (Kemenparekraf RI), melalui Pemda NTB akan melakuhkan Kharisma Event Nusantara (KEN) tahun 2022.

Ada sekitar sepuluh event yang ditawarkan pemerintah daerah, namun yang mampu direalisasikan dan diterima oleh kemenparekraf sekitar 4 event besar. Diantaranya berhasil masuk dalam KEN 2022 yakni Festival Bau Nyale, Festival Taliwang, Festival Tambora, dan Festival Pesona Moyo.

Meski banyaknya festival dan kegiatan untuk membangkitkan ekonomi melalui pariwisata dan ekonomi kreatif, tidak serta-merta ekonomi langsung bisa melambung tinggi dengan adanya sebuah event tanpa ada pemberdayaan ekonomi yang berkepanjangan yang dilakukan oleh semua pihak kepada masyarakat.

**** Pengembangan Usaha Masyarakat Desa Berbasis Komunitas

Yayasan Advokasi Buruh Migran Indonesia (ADBMI) Lombok Timur tengah menggencarkan pengembangan usaha kecil dari para keluarga pekerja migran. Program pengembangan usaha keluarga PMI ini sudah dijalankan beberapa kali. Dengan donor (support dana) dari lembaga luar negeri maupun lokal.

Pengembangan ekonomi berbasis komunitas tahun 2022 ini di jalankan di beberapa desa , baik di Lombok Timur maupun Lombok Tengah. Jika di Lotim, ADBMI mengadakan kerjasama dengan LSD, BUMDes, Pemerintah Desa terkait.

Photo Istimewa : Roma Hidayat ketua yayasan Advokasi Buruh Migran Indonesia


Dengan menyasar sekitar 200 KK keluarga PMI, d ditargetkan program ini akan di selesaikan di akhir bulan tahun 2022.

Program yang dijalankan di Lotim ini, bekerja sama dengan Responsible Business Aliance (RBA) yang menyasar 3 desa program seperti desa Anjani kecamatan Suralaga, Lepak kecamatan Sakra Timur dan Wanasaba kecamatan Wanasaba.

Selain itu, tahun ini juga yayasan ADBMI menjalankan program yang menyentuh keluarga PMI di tiga desa penyangga kawasan ekonomi khusus Mandalika, Lombok – Nusa Tenggara Barat.

Dalam program yang di jalankan dalam bentuk konsorsium, ADBMI dan LGBS,serta Pallladium, SIAP – SIAGA serta Australian Government.

ADBMI menjalankan program ini  dengan cara menyasar para pengurus BUMDes masing – masing desa (Kuta, Sengkol dan Tanak Awu.

Roma Hidayat, Ketua yayasan ADBMI mengutarakan peran penting BUMDes dalam mengembangkan usaha mikro yang ada di setiap desa.

BUMDes harus terlibat aktif dalam pemberdayaan masyarakat. Bukan hanya menjadi lembaga desa yang kemudian tolok ukurnya mampu menghasilkan uang bagi desa untuk pendapatan asli desa (PADes).

“Bagi kami, tolok ukur keberhasilan BUMDes itu mampu menjadi solusi bagi masyarakat desa. Apalagi jika mampu menggerakkan perekonomian masyarakat,” cetus Roma Hidayat ketua lembaga yang fokus menjadi pemerhati pekerja migran Indonesia.

Roma bahkan menjelaskan bahwa program yang dilakukan selama ini tidak terlepas dari upaya untuk memberdayakan pekerja migran melalui usaha mikro berbasis kelompok.

Dengan demikian, UMKM yang muncul bisa menjadi salah satu penggerak perekonomian daerah dan masyarakat sekitar.

Dari program yang dijalankan, lanjut Roma, diharapkan para pelaku usaha bisa menjadi lebih baik lagi dari sisi finansial. Selain itu, ada sebuah market place yang menyediakan barang – barang hasil usaha kelompok dari setiap desa.

1 tampilan0 komentar

Comments

Rated 0 out of 5 stars.
No ratings yet

Add a rating
bottom of page