adbmi.org – Pelindungan pekerja migran Indonesia (PMI) masih menjadi sebuah harapan besar bagi masyarakat ditengah banyaknya kasus – kasus yang menjadikan Pekerja Migran maupun keluarga sebagai korban. Pekerja migran harus dilindungi tanpa perlu pilih kasus dan pilih kasih dengan mengutamakan asas kemanusiaan yang adil dan makmur.
Dalam Workshop Evaluasi Partisipatif Pelindungan pekerja migran Indonesia di kabupaten Lombok Timur membahas beberapa isu sensitif. Terutama terkait dengan kerap kali para pekerja migran dibeda – bedakan dari status legal dan ilegal.
Saat memimpin diskusi interaktif, Lalu Husni Ansori mengungkapkan, perbedaan hanya pada tahap prosedural dan non prosedural. Seharusnya itu tidak sampai pada pembedaan terhadap pelayanan pengaduan dan penanganan kasusnya.
Photo Istimewa : Lalu Muhammad Husni Ansori (Miq Coy) pada saat memimpin diskusi Workshop Evaluasi Partisipatif Kinerja Pemangku Pelayanan Pekerja Migran Indonesia kabupaten Lombok Timur oleh yayasan ADBMI (18/1/2023).
“Kasus Pekerja Migran di dominasi oleh pekerja ilegal. Namun sayangnya, pelindungan Pekerja Migran Indonesia masih dibeda – bedakan secara aturan dan prosedural,” terang Lalu Muhammad Husni Ansori, 18/1/2023.
Kebijakan dalam pembedaan penanganan kasus ini berdampak pada pelayanan yang didapatkan oleh para pekerja migran Indonesia. “Padahal kedua – duanya memiliki andil dalam menyumbang devisa terhadap negara,” tegas Lalu Husni Ansori yang akrabnya di sapa Miq Coy.
Workshop Evaluasi Partisipatif Para Pemangku Layanan Pekerja Migran Indonesia yang diselenggarakan oleh yayasan Advokasi Buruh Migran Indonesia yang di support oleh AWO International ini dihadiri oleh OPD, pemerintah desa, NGO, LSD dan para purna pekerja migran Indonesia.
Workshop Evaluasi ini rutin dilaksanakan sebagai upaya dalam memberikan pelayanan yang baik kepada para pekerja migran. Di samping itu juga, untuk mengukur kinerja dari para pemangku kebijakan.
*****
Pekerja Migran Meninggalkan Masalah Setelah Pergi Merantau, Penting Adanya Kolaborasi Para Pihak
Photo Istimewa : Hari Anak Nasional 2022 di desa Anjani, kabupaten Lombok Timur.
Kabupaten Lombok Timur sudah tidak asing lagi dengan kasus – kasus, mulai dari kasus tindak pidana perdagangan orang, kasus pernikahan dini, kasus anak putus sekolah dan juga beberapa kasus lainnya yang juga bersumber dari banyaknya masyarakat yang menjadi pekerja migran namun belum selesai di diri mereka sendiri. Kasus – kasus ini tumbuh dan menggurita di dalam tubuh pekerja migran maupun keluarga.
Dari data yang dihimpun oleh Unit Pelayanan Teknis Daerah Pelindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA) kabupaten Lombok Timur memposisikan anak – anak pekerja migran dalam situasi yang rentan.
“Banyak dari mereka yang menikah dini, putus sekolah dan itu semua kebanyakan dari keluarga pekerja migran Indonesia,” tandas Diah Puji Yuana kepala UPTD PPA Lotim.
Photo Istimewa : Diah Puji Yuana kepala UPTD PPA Lotim pada saat meet up bersama ADBMI Foundation.
Maka, lanjut Yuyun, “perlu adanya kerja – kerja Kolaboratif dalam memberikan pemberdayaan kepada masyarakat terutama kepada keluarga pekerja migran.”
Di samping itu,Yuli Adria Sofiatri Sub Koordinator Rehabilitasi Tuna Sosial dan KPO Dinas Sosial Lombok Timur menerangkan beberapa program yang sudah ditawarkan dalam dan dijalankan oleh dinas sosial dalam membantu pemberdayaan PMI maupun keluarganya. Pemberdayaan ini rutin dilakukan bekerja sama dengan beberapa instansi swasta.
“Jika ada kasus, kami juga harus dilibatkan. Kami juga punya tanggung jawab di dalamnya, terutama di bagian hilir,” tandas Yuli akrabnya.
Dinsos Lotim juga bekerja sama dengan beberapa instansi dalam melakuhkan pelatihan dan pemberdayaan bagi korban perdagangan orang, kepada kaum difabel maupun kepada masyarakat tuna sosial.
“Diharapkan dengan adanya program yang seperti ini juga bisa memberikan efek positif bagi keluarga PMI dan masyarakat,” tegas Yuli Adrian Sofiatri.
Comments