top of page

Meski Tidak Tamat Sekolah, Perempuan Mandalika Ini Bisa Bekerja Ke Luar Negeri

Parahnya lagi, korban kerap tak bisa dilindungi secara hukum. Tidak sama di depan hukum. Mereka kerap menjadi korban yang siap di giring ke ladang pembantaian.

Tidak tamat sekolah tapi perempuan Mandalika ini mampu bekerja ke luar negeri. Pelaku tindak pidana perdagangan orang tak pernah pilih kasih dalam menargetkan korban yang akan dijual. Bisa saja korban adalah keluarga dekat ataupun rekanan yang sudah biasa dan sangat kita kenal.


Bahkan tindak pidana perdagangan orang kerap menyasar ibu rumah tangga yang tak memiliki penghasilan tetap. Yang tidak bisa bertahan hanya dari pemberian suami.

Perdagangan orang juga tak jarang menyasar masyarakat yang memiliki pendidikan yang rendah. Mereka bagaikan tumbal yang siap memberikan kekayaan bagi tekong yang melanggar aturan yang disepakati oleh negara tentang TPPO.


Parahnya lagi, korban kerap tak bisa dilindungi secara hukum. Tidak sama di depan hukum. Mereka kerap menjadi korban yang siap di giring ke ladang pembantaian.


Tidak ada yang bisa kita salahkan. Pemerintah juga tetap mensosialisasikan kepada masyarakat untuk bermigrasi secara aman. Namun masyarakat juga kerap tak menjadikan itu sebagai landasan. Salah satu alasannya karena faktor pekerjaan yang minim di daerah asal dan juga ekonomi yang sulit sehingga membuat mereka termakan puisi – puisi tekong.


Sakmah mantan PMI bersama anaknya di depan rumah
Photo Istimewa: Sakmah mantan pekerja migran Indonesia asal Tanak Awu saat mengikuti pelatihan penyusunan rencana bisnis.

Sakmah lebih memilih untuk keluar dari ruangan sembari menggendong anaknya yang bernama Ridho. Ridho sendiri baru berumur satu tahun. Ridho dibawa oleh Sakmah mengikuti kegiatan pelatihan penyusunan rencana bisnis yang diselenggarakan oleh konsorsium ADBMI.


Di depan ruangan acara, sakmah duduk bersandarkan tiang kelas. Kakinya diluruskan sembari Ridho ada di pangkuannya.


Dengan mengenakan baju kaos berwarna oranye ditambah jilbab berwarna merah terang dan bawahan yang jauh berbeda dengan warna kulitnya. Sedangkan sang anak ia kenakan stelan yang selaras, bawah sampai atas memiliki kaitan warna yang sama. Ditambah dengan topi sebagai penutup kepala sang anak karena panas trik saat itu di desa Tanak Awu.

Sakmah lebih memilih mendiamkan sang anak karena ruang kelas yang sedikit bising sebab sound sistem yang digunakan panitia. Bukan hanya itu, sakmah memilih untuk keluar karena ia tak bisa baca tulis.


“Saya tidak bisa baca dan menulis makanya saya keluar,” terang Sakmah kepada wartawan tempo lalu di lokasi kegiatan Pelatihan Penyusunan Rencana Bisnis yang diselenggarakan oleh konsorsium ADBMI dan LGBS di sekolah dasar negeri 2 Tanak Awu, Minggu 28/8/2022.

Akhirnya ia meminta kepada suaminya, Muhammad Salim untuk menggantikannya masuk mengikuti pelatihan. Salim panggilan akrab sang suami memang bisa menulis dan membaca, maka dari itu ia memintanya untuk menggantikannya masuk.


Muhammad Salim, suami dari Sakmah saat mengikuti pelatihan penyusunan rencana bisnis yang diselenggarakan oleh konsorsium ADBMI dan LGBS.
Photo Istimewa : Muhammad Salim, suami dari Sakmah saat mengikuti pelatihan penyusunan rencana bisnis yang diselenggarakan oleh konsorsium ADBMI dan LGBS.

Kisah Hidup Sakmah, Perempuan Mandalika Lombok Tengah Tidak Tamat Sekolah Namun Bekerja Ke Luar Negeri


Beberapa kali, Sakmah dan Salim bergiliran. Kadang Salim yang mengikuti pelatihan sementara Sakmah yang mengurus anak di luar. Kadang juga Sakmah yang mengikuti pelatihan, sedangkan Salim mengurus anak di ruang kelas. Bahkan tak jarang Sakmah membawa Ridho masuk ruang kelas.


Sakmah merupakan warga dusun Selawang desa Tanak Awu. Satu dari 16 kewilayahan yang ada di desa Tanak Awu kecamatan Pujut Lombok Tengah. Ia merupakan mantan pekerja migran Indonesia (PMI) yang berencana akan kembali lagi. Ia pernah merantau ke Arab Saudi dan Abu Dhabi dengan total waktu rantauan 8 tahunan.


Anehnya, meskipun tidak tamat sekolah dasar ditambah lagi tidak bisa membaca serta menulis, namun ia bisa melanglang buana ke Timur Tengah.


“Saya pulang pas masa pandemi covid 19, tahun 2020 dari Arab Saudi,” pungkas Sakmah sembari menggendong anaknya.


Ia dulu diiming-imingi uang sebesar 3 juta rupiah dari tekong yang memberangkatkan. Tiga kali ia merantau, tiga kali itu ia bekerja di sektor rumah tangga. Padahal kita tahu sejak tahun 2015 negara timur tengah di tutup oleh pemerintah, terutama sektor rumah tangga. Namun ia bisa diselundupkan ke negara penempatan di Timur Tengah.


Dipikirnya, asalkan ia bisa mendapatkan uang dan mengirim sebagian gaji ke keluarga itu sudah cukup baginya. Wajar saja, pendapatan di daerah asal sangat minim saat itu.

Desa Tanak Awu sendiri merupakan desa yang dikenal sebagai gerbang utama untuk masuk ke provinsi Nusa Tenggara Barat melalui jalur udara. Desa yang menjadi penyangga Mandalika ini termasuk desa berkembang pada tahun 2022.


Meski dikatakan sebagai gerbang utama masuknya wisatawan luar daerah bahkan luar negeri, desa Tanak Awu sendiri memiliki kantong pekerja migran yang cukup tinggi. Terlebih, edukasi kepada masyarakat mengenai prosedur bekerja ke luar negeri yang minim sekali didapatkan. Imbasnya, mereka tak jarang diberangkatkan melalui jalur ilegal.


Joned Raditya Brahmantyo ketua tim pelindungan dan pemberdayaan BP3MI NTB.
Photo Istimewa : Joned Raditya Brahmantyo ketua tim pelindungan dan pemberdayaan BP3MI NTB.

Tingginya Kasus Tindak Pidana Perdagangan Orang yang Menyasar Perempuan


Perempuan merupakan sosok yang selalu dianggap sebagai manusia kelas dua. Mereka kerap dipandang rendah di tengah – tengah masyarakat. Jarang diikuti sertakan dalam pengambilan keputusan sebuah kesepakatan. Bahkan diikutsertakan dalam musyawarah desa dan dusun yang diselenggarakan masyarakat dan pemerintah.


Apalagi dalam kasus Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO), perempuan adalah sasaran empuk bagi pelaku TPPO yang ingin meraup untung yang tinggi.


Joned Raditya Brahmantyo saat menghadiri pelatihan kewirausahaan di desa Anjani yang diselenggarakan oleh BP3MI NTB menyebutkan rata – rata para pelaku TPPO bisa mendapatkan minimal 30 juta perorang yang diberangkatkan ke Timur Tengah dengan iming – iming gaji besar dan gratis pembiayaan.


Ketua tim pelindungan dan pemberdayaan BP3MI NTB tersebut mengungkapkan karena telah lama menyelidiki kasus TPPO yang menjadikan perempuan kerap sebagai korban.


“Makanya wajar saja jika calon PMI perempuan di anggap emas bagi tekong yang akan memberangkatkan. Untung mereka banyak bro,” terangnya, Jum’at 26/8/2022 yang lalu.

Begitu tingginya kasus pekerja migran Indonesia y terutama di Nusa Tenggara Barat membuat pemerintah juga kewalahan dalam pendampingan. Kasus yang terlapor di laman BP3MI NTB (www.bp2mintb.id) sejak Januari sampai Agustus 2022 berjumlah 820 PMI asal NTB terlapor. Sedangkan kasus yang bisa diselesaikan sebanyak 760 kasus yang selesai ditangani. Adapun kasus yang masih dalam proses penyelesaian sebanyak 80 kasus sedang dalam proses penyelesaian.


Semua kasus yang terlapor ini hanya sebagian kecil dari banyaknya kasus yang menimpa warga NTB. Bahkan, negara Malaysia yang menjadi primadona masyarakat kita ternyata memiliki kasus yang paling tinggi. Disusul langsung oleh Saudi Arabia.

2 tampilan0 komentar

Postingan Terkait

Lihat Semua

Comments

Rated 0 out of 5 stars.
No ratings yet

Add a rating
bottom of page