Peringatan Hari Anak Nasional (HAN) di kabupaten Lombok Timur, salah satunya dipusatkan di desa Anjani kecamatan Suralaga. Perayaan HAN 2022 ini bertempat di kolam wisata Mbulan Boroq Dewi Anjani, kolam yang menjadi primadona masyarakat belakangan ini.
Tak jauh berbeda dengan sebelumnya, peringatan hari anak ini tidak terlepas dari dunia anak, yaitu bermain. Ada sekitar 200 anak dari 15 desa di kecamatan Suralaga yang diundang lengkap dengan orang tua mereka.
adbmi.org – Banyak orang tua, terutama ibu – ibu datang meramaikan HAN 2022 di desa Anjani. Mereka yang datang mendapatkan bingkisan dan nasi kotak.
Seperti halnya yang dirasakan oleh Alfayanur Jamilatulail. Perempuan yang masih duduk di bangku kelas 2 Madrasah Ibtidaiyah ini datang bersama ibunya, Ramlah.
Mereka berasal dari Dasan Kulur, Desa Tumbuh Mulia kecamatan Suralaga. Desa yang bisa ditempuh sekitar 15 menit dari lokasi acara.
Photo Istimewa : Alfa saat bersama ibunya ketika menunggu pengambilan bantuan
Alfa akrabnya, mengenakan jilbab berwarna hijau dilengkapi dengan baju berwarna merah bertuliskan “Hari Anak Nasional 2022”, sementara sang ibu mengenakan jilbab warna cokelat lengkap dengan masker pada Sabtu, 30/7/2022.
Alfa sendiri merupakan anak dari pekerja migran Indonesia. Ayahnya sudah merantau selama dua tahun ke Malaysia. Sedangkan sang ibu hanya buruh serabutan yang bekerja memanen tomat, cabe dan bahkan tembakau.
“Demi anak untuk tetap sekolah,” terang Ramlah sembari membawa bingkisan yang berisikan beberapa keperluan Alfa sekolah.
Dalam bingkisan yang diberikan oleh panitia penyelenggara, didalamnya terdapat tas, sepatu, roti dan beberapa vitamin tambahan untuk kebutuhan anak.
Terlihat jelas raut muka bahagia dari Alfa, tentu dibarengi juga Ramlah. Mereka mengikuti kegiatan sejak pagi sampai dengan jam 12.15 WITA.
Sembari membawa bingkisan, Ramlah menceritakan tentang kehidupannya setiap hari.
Bekerja menjadi buruh serabutan tidak mudah. Ia tidak bisa mengatur waktu karena tidak menentunya pekerja yang ia dapat. Bahkan, tak jarang sang anak juga ikut membantu.
“Kalau Alfa libur sekolah, dia kadang ikut membantu bekerja. Kalau dia sekolah, kadang sepulangnya itu dia ikut,” terangnya.
Kehidupan keluarga pekerja migran memang sangat keras. Mereka tidak bisa mengandalkan uang kiriman dari keluarga yang ada di rantauan. Terpaksa mereka juga harus bekerja demi memenuhi kebutuhan keluarga.
*Mereka Yang Tegar Dalam Hidup*
Photo Istimewa: Revan pada saat melakuhkan video call dengan ayahnya di negeri rantauan
Nurhasanah terus menggendong anak satu – satunya itu, Revan. Anak itu terlihat spesial baginya. Sesekali juga rewel di tengah keramaian para hadirin yang datang.
Muhammad Revan Wisam, nama lengkap dari anak itu. Ia masih berumur 4 tahun. Terlihat bola matanya sangat besar dan cembung. Ini bukan karena terik panas mentari siang hari, tapi memang sejak ia lahir.
Di samping itu, ia belum pernah melihat sang ayah secara langsung. Ayahnya pergi merantau empat tahun yang lalu ketika ia belum lahir ke dunia. Bertemu dengan sang ayah hanya lewat video call.
Disaat ia menerima hadiah karena datang pada acara hari anak nasional kali ini, Revan langsung meminta ibunya untuk menelpon sang ayah melalui video call.
Melalui VC, Revan memperlihatkan hadiah yang didapatkan. Ada tas, sepatu dan beberapa buku yang akan digunakannya belajar di rumah. Ia belum masuk sekolah.
Selain itu, ia juga mendapatkan beberapa makanan tambahan seperti roti dan vitamin untuknya.
Nurhasanah sendiri setiap hari hanya sebagai ibu rumah tangga. Sesekali ia bekerja serabutan. Mendapatkan uang 30 ribu sehari itu sudah cukup baginya bersama anaknya tersebut.
Ia juga menceritakan, alasan ekonomi menjadi faktor utama sang suami merantau. Meninggalkannya sebelum melahirkan anak pertama sungguh sangat sulit. Lagi – lagi faktor ekonomi yang mendorong mereka.
Untuk Revan, Nurhasanah sudah berjuang memberikan pengobatan bagi anaknya tersebut.
“Sudah beberapa kali di bawa ke Puskesmas sampai dengan rumah sakit. Selain itu ke dokter spesialis,” terangnya.
Nurhasanah tidak tau jelas penyakit apa yang diderita anaknya ini. Namun keterangan dari dokter, mereka tidak berani memberikan jaminan operasi.
Tanpa suami di sampingnya, ia memperjuangkan penglihatan mata anaknya ini untuk berfungsi dengan normal.
“Jika panas, atau melihat ke atas maka akan terasa sakit. Saya tak tahan melihat anak saya sakit – sakitan,” cetusnya sembari mata yang berkaca-kaca.
Photo : Alfa berpose dengan Ibu di Hari Anak Nasional (HAN) 2022 Anjani
Alfa dan Revan adalah satu dari banyaknya anak yang ingin hidup normal. Menghabiskan masa kanak – kanak dengan bermain.
Tak jarang mereka harus membantu orang tua mereka untuk membanting tulang karena tuntutan ekonomi.
Mereka adalah anak – anak dari keluarga pekerja migran Indonesia.
Mereka hanya dilibatkan ketika perayaan hari anak semata. Sebuah seremonial yang hanya berlangsung selama setengah hari.
Mereka diberikan asupan gizi dan nutrisi ketika dihari itu saja. Selain itu juga, asupan gizi mereka dapatkan dari makanan tambahan yang diberikan saat pelayanan posyandu berlangsung. Namun itu hanya sekali dalam sebulan.
Sementara, anak – anak harus diperhatikan penuh. Kebutuhan asupan gizi mereka harus bagus dan diperhatikan setiap waktu. Jika tidak, indeks pembangunan manusia Indonesia tidak akan pernah meningkat.
Apalagi sampai saat ini, Nusa Tenggara Barat menjadi 5 besar provinsi se-Indonesia dengan pola asuh yang tidak baik.
Dan itu banyak didapati dalam lingkungan keluarga PMI. Tak jarang anak – anak mereka di titip di sanak – saudara mereka. Sementara orang tua, memilih merantau membanting tulang di negara nan jauh di sana.
Comments