adbmi.org – Dua desa yang hadir dalam pertemuan sosialisasi Perdes dan LSD kali ini menyatakan bahwa tekong/calo lebih agresif dilapangan, hal itu yang membuat masyarakat lebih percaya terhadap tekong/calo daripada LSD dan Pemdes yang bersuara bahanya menggunakan tekong/calo.
Pertemuan kali ini diadakan di Lesehan Sekar Asri Pancor melibatkan Pemdes dan LSD dari dua desa bimbingan ADBMI yakni Desa Suradadi dan Desa Ketapang Raya. Turut hadir juga Kepala Desa Ketapang Raya walaupun tidak begitu lama karena ada keperluan mendadak yang mengharuskan beliau bergegas meninggalkan kegiatan.
Dengan tema yang sama seperti pada pertemuan sebelumnya “Sosialisasi dan Monitoring Implementasi Perdes Perlindungan PMI dan Keluarganya”, membahas kendala-kendala yang dihadapi dalam upaya mengkampanyekan Peraturan Desa (Perdes) Perlindungan PMI di desa masing-masing. Kedua desa menganalisa dan memberikan tanggapan yang berbeda.
Desa Ketapang Raya memberikan pernyataan yang monohok mengenai Perdes Perlindungan PMI melalui Kepala Desanya. Perdes perlindungan PMI yang terbit pada tahun kemarin ini, menurut beliau tidak bisa berjalan mulus ketika dinas-dinas yang terkait seperti Dinas Transmigrasi dan P3MI bisa meloloskan calon PMI yang ingin berangkat ke luar negeri walau dengan dokumen yang tidak lengkap.
Desa Ketapang Raya adalah salah satu desa bimbingan ADBMI yang paling sering terjadi tindak perdagangan manusia jika dibandingan dengan keempat desa lainnya dengan modus penipuan dan manipulasi dokumen .
LSD setempat sudah berusaha semaksimal mungkin mensosialisasikan bahanya menggunakan tekong/calo. Pihak desa sendiri menerangkan bahwa jika ada calon PMI yang ingin pergi ke luar negeri harus melalui persetujuan Kepala Desa setempat untuk mengantisipasi hal yang tidak diinginkan tetapi tetap saja ada warga yang nekat pergi.
Berbeda dengan kendala yang dihadapi oleh Desa Suradadi. LSD Suradadi tidak jauh berbeda dengan LSD-LSD desa lainnya, semaksimal mungkin mereka telah melakukan sosialisasi, mulai dari migrasi aman sampai dengan terbitnya Perdes Perlindungan PMI. Kendala yang dihadapi desa suradadi terletak pada pergantian Pemdes dan BPD (Badan Permusyawaratan Desa) menyebabkan Perdes yang sudah diterbitkan menjadi kurang maksimal dalam penyampaiannya.
Kepala Desa dan BPD Desa Suradadi yang baru belum mempelajari secara rinci peraturan yang terkandung dalam Perdes yang diterbitkan menyebabkan penyumbatan gerakan advokasi dalam mengkampanyekan Perdes Perlindungan PMI.
Kendala lainnya, dua desa tersebut sepakat bahwa salah satu penyebab kenapa calon PMI masih saja menggunakan jasa tekong/calo dikarenakan jam tayang mereka lebih banyak dan tingkat agresif mereka lebih tinggi dibandingkan gerakan sosialisasi Perdes Perlindungan PMI di masyarakat. Sepak terjang calo ini juga dimuluskan dengan adanya “kenalan” di instansi terkait.
Tekong/calo biasanya memberikan iming-iming pekerjaan yang layak dengan gaji yang tidak sedikit dan modusnya memberikan calon PMI uang saku sebagai pelicin. Cara seperti ini terbilang klasik, uang diberikan hanya sebagai pancingan agar si calon PMI ingin menggunakan jasanya. Nanti setelah calon PMI sampai di negara tujuan, uang saku tersebut diminta agar dikembalikan. Jika si calon PMI berhasil berangkat, bagaimana jika gagal berangkat? Tentunya uang saku tersebut harus dikembalikan juga. Strategi picik si tekong licik.
Melalui pertemuan ini diharapkan kendala-kendala di atas bisa diatasi tentunya dengan dukungan masing-masing Pemdes dan masyarakat sekitar. Kehadiran tekong/calo sangat merugikan masyarakat apalagi masyarakat awam yang pengetahuannya sangat minim dibidang ini, bisa jadi sasaran empuk bagi si tekong/calo.
Comments