adbmi.org – SRIWATI asal Tibusala, Desa Pringgasela Timur, Kecamatan Pringgasela menjadi korban perdangan manusia oleh oknum sponsor yang memberangkatkannya ke Abu Dhabi
Senin (21/10/2019) lalu, ADBMI bersama LSD diminta oleh pihak DISNAKERTRANS Lombok Timur untuk mendampingi keluarga korban Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO). Dalam proses mediasi kasus tersebut dengan terduga pelaku yang merekrut dan memberangkatkan korban pada Oktober 2018 ke Abu Dhabi, padahal negara tersebut termasuk dalam 17 negara yang dimoratorium (penundaan) untuk penempatan PMI di sektor domestik (rumah tangga).
Proses mediasi diawali dengan mendengarkan keterangan dari kedua pihak (terduga pelaku dan keluarga korban) mengenai kronologis proses perekrutan dan pemberangkatan korban a.n SRIWATI asal Tibusala, Desa Pringgasela Timur, Kecamatan Pringgasela (salah satu wilayah dampingan ADBMI bersama AWO International). Dari cerita tersebut, bisa dipastikan bahwa kasus ini adalah murni TPPO yang melibatkan banyak pihak terutama sponsor/PL/P3MI dan merupakan kasus ke sekian yang dibantu penyelesaiannya oleh DISNAKERTRANS.
Tuntutan utama dari pihak keluarga korban yang pada kesempatan tersebut diwakili oleh suami dan adik korban adalah meminta agar SRIWATI segera dipulangkan ke kampung halaman karena saat ini SRIWATI justru bekerja di negara Suriah setelah dipindahkan oleh Agennya di Abu Dahbi sejak sebulan yang lalu. Korban mengaku sangat ketakutan karena seringkali mendengar suara ledakan dari kejauhan. Disamping itu, gaji yang diterima juga sangat sedikit dan tidak sesuai dengan janji terduga pelaku saat sebelum berangkat.
Tuntutan keluarga tersebut diamini oleh pihak DISNAKERTRANS yang diwakili oleh Kepala Dinas Bapak H. Supardi dan Kepala Bidang PPTK Bapak Muh. Hirsan dengan sama-sama menandatangani Berita Acara hasil mediasi yang didalamnya terdapat beberapa kesepakatan dari 2 belah pihak. Salah satu yang paling disoroti yaitu terduga pelaku diberikan waktu satu bulan untuk memulangkan korban dari negara Suriah (terhitung mulai tanggal 21 Oktober).
Hasil mediasi ini sempat juga dikonfirmasi oleh rekan-rekan media Lombok Timur saat ADBMI mencoba untuk mengekspose kasus TPPO yang sangat marak terjadi paska moratorium pada tahun 2013 lalu. Hal ini tentu saja dipengaruhi pula oleh minimnya pencegahan dari pemerintah baik pusat maupun daerah untuk PMI. Direktur ADBMI Roma Hidayat mengungkapkan bahwa setiap desa (254 desa dan kelurahan) di Lombok Timur minimal harus memiliki anggaran minimal Rp. 10 jt untuk perlindungan PMI jika ingin mellihat kondisi migrasi di Lombok Timur membaik, aman dan sehat.
Yang menarik dari kasus TPPO ini adalah keterlibatan pelaku yang ternyata bukan pertama kalinya merekrut PMI untuk diberangkatkan ke Timur Tengah. Beberapa bulan sebelumnya, 6 orang calon PMI perempuan asal desa Ketapang Raya, Kecamatan Keruak disergap di bandara ZAMIA dan dipulangkan ke rumah masing-masing beserta sponsor/PL yang juga mengaku sebagai anak buah dari pelaku pada kasus Sriwati ini.
Namun bagian yang paling menarik adalah, terduga pelaku saat ini aktif sebagai pengurus di Lembaga FPTKI (Forum Peduli TKI) Lombok Timur sekaligus tergabung dalam Tim Bupati untuk Percepatan Pembangunan Kabupaten Lombok Timur Bidang Ketenagakerjaan. Miris..???
Comments