top of page

Stigma Negatif Hantui Masa Depan "Anak Oleh - Oleh"

Poto Istimewa : anak - anak dari kalangan keluarga PMI
Poto Istimewa : anak - anak dari kalangan keluarga PMI

adbmi.org - Maraknya kasus “anak oleh – oleh” menghantui keluarga pekerja migran di Lombok Timur. Ini bukan barang baru, namun semakin lama trend “anak oleh – oleh” menjadi permasalahan social yang menimbulkan korban baru. 


Trend “anak oleh – oleh” dimunculkan oleh para PMI yang merantau ke luar negeri. Mereka yang pulang dengan membawa oleh – oleh berupa anak yang di dapat dari “cinlok yang tak berdokumen” di negara penempatan. 


Roma Hidayat sebagai pemerhati PMI menilai bahwa “cinlok yang tak berdokumen” tersebut akan menimbulkan permasalahan social yang cukup kompleks. Bahkan, Perempuan dan anak tetap akan menjadi korban. 


“dalam kasus ini, Perempuan akan tetap menjadi korban. Apapun modusnya, Perempuan dan anak adalah korban yang tidak bisa dipungkiri,” terang Roma ketua ADBMI Foundation,10/06/2025. 


Menurut data Dinas social NTB, hingga tahun 2022 sekitar 43 anak hasil hubungan para PMI dengan warga negara asing yang di bawa ke NTB. Bahkan menurut perkiraan masih banyak lagi yang belum terdata. 


Sebagai pemerhati PMI yang sudah lama, Roma Hidayat menganggap bahwa keberpihakan pemerintah dalam melindungi para PMI membuat banyaknya kasus yang menghantui PMI, tak terkecuali anak oleh – oleh hasil hubungan “gelap” di negara penempatan.


“aturan yang ada di negara kita belum cukup kuat melindungi para PMI, perlu ada kesepakatan bersama (pemerintah) agar posisi PMI lebih kuat dalam hal pelindungan,” tandas Roma.


MASA DEPANANAK OLEH OLEH

Poto Istimewa : Roma Hidayat ketua ADBMI Foundation
Poto Istimewa : Roma Hidayat ketua ADBMI Foundation

Setiap anak yang dilahirkan tentu berangan - angan memiliki sosok orang tua yang lengkap. Mereka hadir sebagai orang tua seutuhnya. Memberi nama, mendidik dan juga memberikan fasilitas terbaik dalam menjalani kehidupan. 


Namun faktanya, banyak anak – anak yang ditinggalkan oleh orang tua, ada yang merantau ke luar negeri menjadi PMI. 


Fenomena menjadi PMI sudah barang tentu menimbulkan permasalahan bagi anak.  Kurangnya kehadiran sosok bapak atau ayah di Tengah – Tengah tumbuh kembang seorang anak membuat sang anak kehilangan jati diri. Fenomena ini di sebut Fatherless, Dimana sang anak sudah kehilangan sosok ayah. 


Fenomena ini juga diperkuat dengan munculnya trend “anak oleh – oleh” dikalangan PMI (Perempuan dominan) yang pulang bukan hanya dengan membawa gaji, namun juga anak. Anak – anak tersebut merupakan hasil “cinlok tak berdokumen” di negara penempatan. 


Anak oleh – oleh tak jarang mendapatkan stigma negative dari kalangan masyarakat, mereka dianggap beban keluarga. Oleh karenanya, mereka memilih untuk sesegera mungkin untuk menikah untuk menghilangkan “beban” keluarga. 


Namun faktanya, permasalahan baru muncul, tak jarang mereka menikah di usia belia. Sangat rentan sekali. 


Namun untuk menutup stigma negative dari masyarakat, para korban “anak oleh – oleh” sesegera mungkin mengasingkan diri dengan cara menikah dini. 


Seolah tak ada masa depan bagi mereka yang menyandang status “anak oleh – oleh,” di buang dari keluarga dan dibungkam dari hiruk pikuk social masyarakat. 


Bahkan masyarakat lebih menerima anak dari hasil “hubungan gelap” yang dilakukan atas dasar suka – sama suka. Dibandingkan dengan “anak oleh – oleh” hasil  dari cinlok saat bermigrasi menjadi PMI. 


PEMERINTAH MASIH SETENGAH HATI DALAM MELINDUNGI


Carut marutnya pelindungan PMI membuat banyaknya kasus yang di hadapi, baik sebelum berangkat, pasca berangkat dan bahkan ketika pulang ke daerah asal. 


Data BP3MI NTB, dari bulan Januari sampai dengan Juni 2025, jumlah PMI yang diberangkatkan asal NTB berjumlah 10.070 orang. 48,52% berasal dari Kabupaten Lombok Timur. 


Sepanjang tahun 2025 ini, sekitar 400 kasus yang ditangani oleh BP3MI NTB, baik kasus sebelum berangkat maupun kasus yang ditangani setelah PMI berada di negara penempatan. 


Banyaknya kontribusi para pekerja migran tak sebanding dengan apa yang mereka dapatkan. Tak jarang, kontrak kerja yang seharusnya di berlakukan di negara penempatan jauh dari kata “layak” untuk di jalani. 


Tentu ini bukan lagi permasalahan baru, bahkan menjadi permasalahan yang sudah mengakar lama. Hanya saja, belum ada Solusi baik yang bisa dijadikan rujukan untuk menyelesaikan permasalahan yang ada. 


Pemerintah pun masih “setengah hati” dalam melindungi para pekerja migran Indonesia. Padahal, PMI merupakan pahlawan devisa negara yang harus diberikan “bahu” sebagai sandaran mereka pada saat bekerja di luar negeri.

Comentarios

Obtuvo 0 de 5 estrellas.
Aún no hay calificaciones

Agrega una calificación

ADBMI Foundation

Kami concern terhadap isu-isu Pekerja Migran Indonesia (PMI) dan keluarganya.

Email: yayasanadbmi@gmail.com

Phone: 037621880

Kab. Lombok Timur

Update Buletin Setiap Bulan

Terimakasih sudah berlangganan..!!

© 2025 - ikone |  Terms of Use  |  Privacy Policy

bottom of page